Langsung ke konten utama

SEJAUH MANA KITA LIBATKAN ALLAH DALAM HIDUP KITA?


(Sumber foto : IG @ninih.muthmainnah)

Masih terekam jelas dalam ingatan, peristiwa ketika si kecil tetiba terjatuh lantas mengalami kejang hingga tak sadarkan diri. Detik kala itu berlalu sangat cepat, bak sebuah adegan film dengan sekali aba-aba take action tanpa cut dari sang sutradara. Menutup lembaran tahun dalam nuansa yang jauh dari kata indah. Melewati puncak tantrum si kecil di sebuah rumah sakit. Bersamaan dengan pekik suara terompet membelah hening malam, pertanda tahun 2021 telah berlalu dan berganti dengan ucapan selamat datang tahun 2022. Serupa antitesis dalam sebuah fragmen kejadian yang harus dilewati secara bersamaan sekaligus.

Satu hal yang membekas dari peristiwa di penghujung tahun lalu, ketika tak satupun jalan keluar kutemui, ternyata hanya di pintuNya-lah tak pernah kutemui jalan buntu. Aku merajuk mengulang pinta dan doa. Sembari menegakkan ikhtiar secara maksimal, kunikmati waktu melambungkan bait-bait doa dalam kepasrahan yang paripurna. Bahwa permata jiwaku adalah milikNya. Berharap kesempatan untuk mengasuhnya masih Ia berikan kepadaku. Hamdalah, fase kritis yang terlewati menjadi jawaban dari segala doa.

Ajaibnya waktu, ia begitu cepat melipat segala duka. Senyuman ananda telah kembali. Senyum dan riang tawanya adalah candu bagiku. Sama halnya dengan bias senja yang melepas titik-titik cahaya surya kembali ke perut bumi untuk kemudian menjemput pekatnya malam. Sebelum sang gulita memeluk dunia, ia tinggalkan sebuah siluet indah bagi para pecintanya. Ialah senja.

Tak ingin terlalu larut dalam euforia kesembuhan ananda, walaupun dalam hati lebih dari sekuntum doa penuh kesyukuran telah dilambungkan ke angkasa, aku percaya ada sepaket hikmah telah Allah hadirkan untuk diresapi dari kejadian kemarin. Tentang sejauh mana kita melibatkan Allah dalam perjalanan hidup kita termasuk dalam hal pengasuhan buah hati, itulah poin utamanya.

Tanpa menutup mata dan menafikan peranan ilmu parenting yang telah banyak membantu dalam menjawab tantangan pengasuhan di era generasi Z hari ini, tanpa disadari ada yang luput dari perhatian selama ini. Terkadang karena merasa terlalu percaya diri dengan segala teori yang telah dipelajari, tanpa disadari hal tersebut telah menumbuhkan tunas-tunas riya' dalam hati. Pun denganku. Ada yang terabai dari pikiran dan hati kala itu. Kita sebagai orang tua memang tak pernah alpa dalam melangitkan doa untuk para buah hati, namun terkadang (sepertinya) kita yang terlalu gede rasa menganggap bait-bait doa itu telah melangit sempurna menembus arsyNya. Andai kita tahu, sejatinya mungkin saja doa-doa yang dirapal tanpa jeda itu hanya mengangkasa hingga sebatas langit-langit rumah kita. Ighfirlana Ya Rabb…
(Sumber foto : IG @raehanul_bahraen)

Menuliskan tajuk di atas sejatinya aku sedang menorehkan pertanyaan itu kepada diri sendiri. Segalanya saling berkorelasi. Tak ubahnya menasihati diri tentang sejauh mana aku melibatkan Allah dalam pengasuhan kedua buah hatiku. Terjawab dalam peristiwa di penghujung tahun kemarin. Aku terlupa bahwa sehebat apapun aku berusaha menjaga agar keadaan berjalan sesuai dengan track-nya, namun Allah jualah Sang Pemegang Kendali seutuhnya. Allah yang meng-create mereka, bahkan sudah tertulis rapi titahnya di Lauhul Mahfudz 50.000 tahun jauh sebelum mereka terlahir ke dunia ini.

Duhai diri, sejauh mana dirimu menginsafi. Pada rutinitas ibadah yang belum tertambal sempurna, namun jumawa seketika menghanguskan itu semua. Pada amal kebaikan yang tak seberapa, namun sewaktu-waktu sanggup membangun berhala-berhala kecil dalam hati. Ighfirli Rabb… Pada butir kebaikan yang hanya seujung kuku, dihempas bayu beterbanganlah debu-debu itu. Semudah itu Engkau menghancurkan rencana makhluk lantas menggantinya dengan sekuntum hikmah yang mewangi. Andai makhlukMu tafakuri, ialah sebenar-benarnya cahaya di tengah gulita yang menyelimuti.

Semoga masih tersisa satu kesempatan untuk memperbaiki segala khilaf yang pernah merajai. Semoga Allah perkenankan panjang usia dalam keberkahan agar bisa mendampingi perjalanan rasa kedua permata jiwa, menemani mereka meniti tiap anak tangga usia. Dan kelak bila tiba saatnya, mereka mampu berlari menjemput asa tanpa sekejap pun gentar menggoyahkan jiwa mereka. Ah, membayangkannya saja, berkaca embun pada netra. Bersiap pecah dan menghambur bak anak panah melesat cepat dari busurnya. Semoga bila tiba waktunya, Allah senantiasa menjaga mereka dalam dekapan doa ibu yang tak pernah putus dirapal oleh waktu ❤.

Komentar

  1. Emang benar, mbaa, tanpa melibatkan Allah, perjalanan hidup kta gak akan ada artinya,
    Alhamdulillah, anak-anak saya udah menjelang dewasa, pun tetap sebagai ibu kta melangitkan doa.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sepakat mba... ❤ Tiada daya dan upaya makhluk selain atas segala perkenanNya segalanya bisa terjadi...

      Hapus
  2. MasyaAllah mmg benar ya, kita harus melibatkan Allah dlm stiap hembusn nafas kita. Self reminder

    BalasHapus
  3. Masya Allah pengingat diri banget nih mb

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yup, self reminder teruntuk saya juga mba Juwita...

      Hapus
  4. Judulnya dalam banget... ya Allah.. Sesuatu yang harus dilakukan oleh kita sebagai manusia yang akan kembali kepada-Nya. Trims mbak sharingnya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saling mengingatkan selalu ya mba Yatmi...

      Hapus
  5. Nampol banget ini. Masya Allah. Self reminder

    BalasHapus
  6. Bacanya koq sedih ya mba, terharu. Makasih buat remindernya ya mba.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saling mengingatkan dalam kebaikan ya mba... ❤

      Hapus
  7. MasyaAllah...
    Tanpa Allah, apalah kita.
    Seringkali manusia lupa ya Mb. Padahal Allah lah yang membantu dan memampukan kita menyelesaika segala amanah.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yupp, itulah poinnya, Allah sebaik-baik tempat bergantung untuk makhlukNya.

      Hapus
  8. Ketika membaca tulisan ini adarasa sedih, haru campur bahagia juga. selain karena tahu perjuangan sang ibu juga tahu ananda masih diberi kesembuhan. Plus yang lebih penting, bahasanya itu mengingkatkan diri ini pada masa SMP, sewaktu diminta membuat cerita dan bahasanya mendayu tetapi syarat akan makna.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah, ananda sudah fit dan ceria kembali. Btw, auto bernostalgia semasa SMP ya mba 😊

      Hapus
  9. Terima kasih remindernya. Hanya dengan mengingat Alloh hari menjadi tenang

    BalasHapus
  10. Setuju banget sama isi artikelnya mbak, saya juga pernah merasakan hal yang sama. Kalut karena urusan dunia lalu tenang hanya dengan kembali melibatkan Alloh S.W.T.

    Semoga kita semua senantiasa melibatkan Alloh S.W.T. dalam segala urusan kita

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aaamiiin ❤. Dan seringnya tanpa kita sadari bahwa pertolongan Allah itu sangat dekat ya mba...

      Hapus
  11. Memang diantara kesibukan diri kita lupa bersyukur. Lupa Allah. Naudzubillahi min dzalik. Semoga kita selalu bisa menjadi orang yang beriman dg khusyu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin ❤. Sepakat sekali mba Kenni, terlalu sibuk, jauh dari kata syukur seringnya membawa diri pada rasa kufur nikmat. Ighfirli Rabbana 🙁

      Hapus
  12. Reminder selalu libatkan Allah dalam setiap hal terimakasih mb

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama-sama mba ❤. Kita semua saling mengingatkan ya mba...

      Hapus
  13. Insya Allah, segala sesuatu yang terjadi, sekecil apapun itu ada prlajaran yang mendidik kita untuk selalu menyandarkan urusan kepada Allah..thanks utk pelajarannya mba Iin..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aaamiiin... Sama-sama mba Soraya ❤. Sepakat sekali, Allah sebaik-baik tempat bergantung 😊.

      Hapus
  14. Semoga kita selalu menjadi hamba yang senantiasa bersyukur atas segala nikmat dan takdirnya.

    Semoga keberkahan usia Allah limpahkan pada kita, para orang tua untuk bisa mendampingi anak-anak bertumbuh.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin ya mujiibassa'iliin ❤. Terima kasih mba Nurul untuk doa baiknya 😊🙏

      Hapus
  15. Allah memang tempat bergantung yg paling bisa diandalkan. Keren mba bahasanya puitis. Thank you for sharing, mba.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama-sama mba Nita 😊🙏. Terima kasih kembali untuk apresiasinya ❤.

      Hapus
  16. Aamiin ya Allah... 🥺🥺🥺🤲

    BalasHapus
  17. MasyaAllah...terimakasih pengingatnya. Kita tiada berdaya tanpa Allah.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Allah sebaik-baik tempat kita berlindung dan menaruh harapan 😊❤

      Hapus
  18. baca ini jadi tersentak, setiap kali ada masalah kadang kita hanya menangis tapi tidak datang kepada Allah, semoga setelah inis aya semakin dekat dengan Allah

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aaamiin ❤. Pun inilah yang saya rasakan. Seringnya merasa alpa bahwa jalan keluar itu teramat dekat manakala kita semakin mendekat padaNya 🙁

      Hapus
  19. pilihan diksinya indah banget mba, membuat semakin larut dan merenung.. Yaa Allah ini hanyalah titipan 🥺

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dan seringnya kita merasa dunia ini milik kita sendiri, sementara kita tahu tak ada yang abadi di dunia ini. Ighfirli Rabb 🙁.

      Hapus
  20. Menjadi orang tua memang adalah suatu amanah yang perlu kita jalankan sambil terus bergantung pada Yang Maha Kuasa ya, Mom.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yupp, memaksimalkan pengasuhan tanpa meninggalkan rasa tawakal kepada Allah 😊

      Hapus
  21. Setuju banget ini... kudu sering bermuhasabah diri juga ini. Semoga selalu istiqamah menerapkannya. Aamiin

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin ❤. Semangat mba Maftuha, saya pun juga masih banyak belajar untuk itu.

      Hapus
  22. Memang segalanya kalau melibatkan Allah terasa ringan walaupun kelihatannya berat ya.

    BalasHapus
  23. Masya Allah. Penting banget melibatkan sesuatu dan melibatkan Allah dalam semuanya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yuppp. Karena apapun yg terjadi dalam hidup kita semuanya tak lepas dari sunnatullah yang sudah digariskan oleh Allah untuk kita.

      Hapus
  24. Mbaak, makasih banyak pengingatnya. berasa ditampar pelan-pelan :3

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama-sama mba 😊. Kita saling mengingatkan 🤗

      Hapus

Posting Komentar

Terima kasih sudah membaca artikel ini. Silakan berkomentar dengan santun.

Postingan populer dari blog ini

SENANDIKA BLOG SEUMUR JAGUNG

  Seketika aku tampak seperti manusia gua. Aku baru saja tahu ada riuh di luaran sana kala netra memandang lekat pada almanak. Bulan Oktober hari ke 27, ternyata menjadi peringatan "Hari Blogger Nasional" . Berjuta pernyataan "baru tahu, oh ternyata, oh begini" memenuhi cerebrumku. Laun namun pasti, beragam pernyataan itu bersatu menembus lobus frontalku dan terkunci dalam satu pernyataan ringkas : "Masih ada kesempatan untuk  berbagi kesan dan memperingati. Lepaskan saja euforianya dan menarilah dalam aksara bersama para punggawa literasi lainnya" . And voila .. Hari ini di penghujung bulan Oktober tahun 2021, sebuah tulisan sederhana nan receh tersaji di sela waktu membersamai dua balita mungil tercinta. Tentu saja dalam keterbatasan yang asyik. Mengapa begitu?. Mengenang perjalanan blogging dan menuliskannya kembali di sini membuat satu per satu memori terbuka dan merangkak keluar dari dalam kotak pandora. Aku mulai memberanikan diri menginterpretasik

METAMORFOSA MIMPI

(Sumber foto : pixabay) 🍁 DESEMBER 2003 Tetiba rasa ini ada. Mulanya sebiji saja. Sejuta sayang, terlambat kusadari hingga tunasnya berkecambah penuh di dasar hati. Geletarnya terasa bahkan hingga hampir seribu malam sejak detik ini. Aku terjatuh lantas menaruh rasa. Tak ada lagi awan yang mengabu, sebab semua hariku seketika berwarna biru. Sesederhana itu geletar rasa, bisa merubah mimpi buruk menjadi sebuah asa. Bila kalian tanya apa dan bagaimana mimpiku, dengan lantang akan kujawab : DIA ❤. 🍁  FEBRUARI 2006 (Sumber foto : pixabay) Sayonara kuucapkan pada kisah lama. Bak plot twist roman picisan. Hari ini mimpiku sedikit bergeser ke dalam bentuk ekspektasi. Membahagiakan yang terkasih dengan penghidupan yang lebih baik. Iya, senyuman ibunda layak menjadi juara. Kukejar mimpi seperti mengejar bayanganku sendiri. Tak mengapa. Selagi aku terus berusaha menghunjamkan 'akar'nya hingga menembus jauh ke dalam tanah, bukankah sah saja bila aku memiliki mimpi yang menjulang tinggi

KILOMETER PERTAMA

Perjalanan rasa hari ini tak hanya bertutur tentang seberapa jauh langkah kaki mengayun. Lebih dari itu, setiap jengkalnya juga bercerita tentang pelajaran menukil butiran hikmah. Bahwa setiap langkah yang terjejak tak hanya menyisakan tapak-tapak basah layaknya pijakan kaki di atas rumput pagi. Melainkan ada tanggung jawab sang pemilik kaki, kemana saja langkah kakinya diayunkan. Ada tempat yang dituju, ada sepotong kenangan yang tertinggal. Sesekali terdengar bisingnya riuh berjelaga di sudut hati, pada tiap-tiap tempat yang membawa rindu pada seseorang yang kini berada dalam dimensi abadi. Langkah terayun kembali. Melintasi barisan pepohonan, pada pucuk-pucuknya menjadi tempat bernaung kawanan burung. Mereka kepakkan sayapnya setinggi angkasa kala pagi buta, untuk kemudian berpulang kembali ke sarangnya kala senja bergegas memeluk bumi dalam nuansa gulita. Sejenak kuhentikan langkah. Bukan untuk melepas penat yang menjalar di saraf-saraf kaki, melainkan untuk mengabadikan momen dari