Langsung ke konten utama

FENOMENA BIPANG AMBAWANG dan MOMENTUM TITIK BALIK MENTAL "HALAL AWARENESS" di INDONESIA

Dewasa ini fenomena halal haram tidak hanya mengacu pada perspektif sudut pandang agama Islam saja, melainkan perlahan namun pasti mulai mengakar secara komprehensif di hampir seluruh lini masa kehidupan. Hal tersebut bila ditelaah lebih jauh berkorelasi dengan adanya peran media sebagai wadah yang menjembatani terciptanya image halal haram menjadi lebih familiar dan jauh dari kesan agamis semata. Media juga berperan sebagai jendela informasi yang turut menjadi sarana kampanye gaya hidup halal di era digital seperti sekarang ini. Di sisi lain, gaya hidup halal (halal lifestyle) memang sedang menjadi primadona baik di kalangan negara-negara muslim maupun non muslim. 

Satu dari sekian industri dalam industri halal global yakni industri makanan halal (halal food). Salah satunya menjelma ke dalam bentuk kuliner khas daerah seperti Bakpia khas Jogja, Brem asli Madiun, Pempek khas Palembang, Rendang yang berasal dari tanah Minang dan aneka kuliner asli daerah lainnya. Selain dalam rangka mendongkrak pendapatan daerah setempat, aneka kuliner tersebut juga secara tidak langsung menjadi ikon dan identitas dari masing-masing daerah di Indonesia.

Hingga beberapa waktu lalu publik dikejutkan dengan adanya pernyataan dari Presiden Joko Widodo dalam pidatonya menyambut Hari Bangga Buatan Indonesia (BBI). Pidato yang konteks awalnya mengacu pada larangan untuk tidak mudik Lebaran, berlanjut pada ajakan agar masyarakat berbelanja kuliner tradisional yang kini kian mudah diperoleh karena dapat dipesan lewat daring. Dari deretan kuliner khas daerah sebagai oleh-oleh di hari Lebaran tersebut, Presiden asal Solo itu menyebut Bipang Ambawang dari Kalimantan Barat yang merujuk pada Babi Panggang Ambawang. And boom!! Kegaduhan di jagat maya pun terjadi.



Dilansir dari berbagai laman media, pidato yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo tersebut menuai aksi pro kontra dari banyak kalangan baik itu pejabat, public figure, para inspirator gaya hidup halal pun khalayak umum. Mayoritas dari mereka menyayangkan pernyataan beliau yang kontradiktif dengan nilai moral Islam dimana Bipang Ambawang yang notabene merupakan kuliner non halal namun sempat disebut oleh beliau sebagai oleh-oleh khas Lebaran. Hingga pada akhirnya kegaduhan itu berhasil diredam oleh Kementerian Perdagangan. Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi selaku penanggung jawab acara Hari Bangga Buatan Indonesia (BBI) melalui keterangan video yang diunggah pada tanggal 8 Mei 2021 meminta maaf jika pernyataan Presiden tersebut menyebabkan kesalahpahaman di tengah masyarakat. Ia juga memastikan bahwa tidak ada maksud apapun dalam pernyataan Presiden tersebut selain ajakan kepada masyarakat untuk mencintai dan membeli produk lokal.

Well, tanpa bermaksud menciptakan blunder baru di tengah situasi yang sempat menjadi bola panas beberapa waktu lalu itu, dalam hal ini penulis menangkap adanya benang merah yang saling berintegrasi dari sisi lain. Adapun benang merah yang ingin penulis utarakan yakni fenomena Bipang Ambawang yang menjadi momentum titik balik pemahaman konsep halal (halal awareness) di kalangan masyarakat Indonesia. Bahwasanya terdapat hikmah tersembunyi di balik fenomena tersebut. 

Halal awareness (kesadaran halal) dalam hal ini adalah sikap seorang muslim dalam mengetahui tentang konsep halal baik secara mendasar maupun menyeluruh. Poin yang tak kalah penting dalam konsep ini adalah sikap seorang muslim untuk memprioritaskan konsumsi makanan halal. Pro kontra yang terjadi akibat fenomena Bipang Ambawang secara tidak langsung memantik ghirah kaum muslim Indonesia untuk kembali "sadar" tentang konsep halal yang selama ini sempat tenggelam di tengah riuh aneka produk makanan yang status kehalalannya masih "abu-abu". Produk-produk makanan yang belum tersertifikasi halal, namun apalah daya sangat laris di pasaran karena memiliki daya minat tinggi dan fans garis keras dari berbagai kalangan. Sebut saja kopi kekinian ala cafe, aneka japanese food, korean food, chinese food, dan salad dressing. Adanya kandungan rum pada kopi kekinian ala cafe, mirin dan sake pada sushi, angciu pada chinese food, gochujang beralkohol pada korean food, pun vinegar beralkohol khamr pada salad dressing yang menjadikan produk makanan tersebut hilang status kehalalannya. 

Label "No Pork, No Lard and No Alkohol" tidak lantas menjustifikasi semua makanan tersebut halal untuk dikonsumsi, sebab definisi halal dalam Islam itu luas sekali. Diantaranya halal zatnya (berasal dari bahan pangan halal dan binatang halal), halal prosesnya (tidak boleh ditambahkan bahan tambahan makanan non halal seperti rum, vinegar, angciu, mirin, pork emulsifier, dan bahan non halal lainnya), halal penyimpanan dan penyajiannya (alat masak, penyimpanan dan proses pengolahan harus terpisah antara produk halal dan non halal). Ironisnya, tak semua muslim Indonesia aware dengan hal tersebut.

Pun dengan kuliner tradisional yang ada di Indonesia sebagai simbol kearifan lokal yang tidak semuanya halal untuk dikonsumsi. Fenomena Bipang Ambawang turut membuka tabir beberapa kuliner khas daerah lainnya yang tidak halal dikonsumsi, diantaranya Sate Jamu/Sate Gukguk (makanan tradisional khas Solo yang terbuat dari daging anjing), Kawok (makanan khas Manado yang berasal dari tikus putih hutan sebagai bahan utamanya), Swike (makanan khas Purwodadi yang terbuat dari paha kodok, dimana sebenarnya hidangan ini berasal dari pengaruh masakan khas Tionghoa yang masuk ke Indonesia), Ayam Gota (masakan khas Batak yang menggunakan darah ayam sebagai campurannya), dan lain-lain. 

Oleh karenanya peran kaum muslim Indonesia termasuk para muslim traveller, inspirator gaya hidup halal, pemerintah, juga seluruh elemen masyarakat sangat dibutuhkan dalam hal ini. Fenomena Bipang Ambawang beberapa waktu lalu itu merupakan bagian dari reaksi sekaligus momentum titik balik yang menjadi langkah awal mental halal awareness tercipta di bumi Indonesia. Pun pastinya akan ada tugas besar menanti di ujung sana, dimana membutuhkan kontribusi dari semua pihak untuk saling bersinergi agar segalanya bisa terwujud dengan indah. Langkah selanjutnya menanti berkenaan dengan program edukasi lebih lanjut tentang pemahaman konsep halal yang sesungguhnya, termasuk didalamnya yang berkaitan dengan regulasi kebijakan pemerintah yang berwenang atas hal tersebut, dalam hal ini adalah Sertifikat Halal yang dikeluarkan oleh BPJPH (Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal) di bawah Kementerian Agama. Dan tidak menutup kemungkinan akan ada langkah-langkah lain menyusul kebijakan yang sudah ada. Well, semoga harapan akan terciptanya kesadaran halal akan terwujud, kita nantikan aksi nyata dari semua pihak terkait. We will see.

(Malang, 25 Mei 2021)



Komentar

Postingan populer dari blog ini

SENANDIKA BLOG SEUMUR JAGUNG

  Seketika aku tampak seperti manusia gua. Aku baru saja tahu ada riuh di luaran sana kala netra memandang lekat pada almanak. Bulan Oktober hari ke 27, ternyata menjadi peringatan "Hari Blogger Nasional" . Berjuta pernyataan "baru tahu, oh ternyata, oh begini" memenuhi cerebrumku. Laun namun pasti, beragam pernyataan itu bersatu menembus lobus frontalku dan terkunci dalam satu pernyataan ringkas : "Masih ada kesempatan untuk  berbagi kesan dan memperingati. Lepaskan saja euforianya dan menarilah dalam aksara bersama para punggawa literasi lainnya" . And voila .. Hari ini di penghujung bulan Oktober tahun 2021, sebuah tulisan sederhana nan receh tersaji di sela waktu membersamai dua balita mungil tercinta. Tentu saja dalam keterbatasan yang asyik. Mengapa begitu?. Mengenang perjalanan blogging dan menuliskannya kembali di sini membuat satu per satu memori terbuka dan merangkak keluar dari dalam kotak pandora. Aku mulai memberanikan diri menginterpretasik

METAMORFOSA MIMPI

(Sumber foto : pixabay) 🍁 DESEMBER 2003 Tetiba rasa ini ada. Mulanya sebiji saja. Sejuta sayang, terlambat kusadari hingga tunasnya berkecambah penuh di dasar hati. Geletarnya terasa bahkan hingga hampir seribu malam sejak detik ini. Aku terjatuh lantas menaruh rasa. Tak ada lagi awan yang mengabu, sebab semua hariku seketika berwarna biru. Sesederhana itu geletar rasa, bisa merubah mimpi buruk menjadi sebuah asa. Bila kalian tanya apa dan bagaimana mimpiku, dengan lantang akan kujawab : DIA ❤. 🍁  FEBRUARI 2006 (Sumber foto : pixabay) Sayonara kuucapkan pada kisah lama. Bak plot twist roman picisan. Hari ini mimpiku sedikit bergeser ke dalam bentuk ekspektasi. Membahagiakan yang terkasih dengan penghidupan yang lebih baik. Iya, senyuman ibunda layak menjadi juara. Kukejar mimpi seperti mengejar bayanganku sendiri. Tak mengapa. Selagi aku terus berusaha menghunjamkan 'akar'nya hingga menembus jauh ke dalam tanah, bukankah sah saja bila aku memiliki mimpi yang menjulang tinggi

SEJAUH MANA KITA LIBATKAN ALLAH DALAM HIDUP KITA?

(Sumber foto : IG @ninih.muthmainnah) Masih terekam jelas dalam ingatan, peristiwa ketika si kecil tetiba terjatuh lantas mengalami kejang hingga tak sadarkan diri. Detik kala itu berlalu sangat cepat, bak sebuah adegan film dengan sekali aba-aba take action tanpa cut dari sang sutradara. Menutup lembaran tahun dalam nuansa yang jauh dari kata indah. Melewati puncak tantrum si kecil di sebuah rumah sakit. Bersamaan dengan pekik suara terompet membelah hening malam, pertanda tahun 2021 telah berlalu dan berganti dengan ucapan selamat datang tahun 2022. Serupa antitesis dalam sebuah fragmen kejadian yang harus dilewati secara bersamaan sekaligus. Satu hal yang membekas dari peristiwa di penghujung tahun lalu, ketika tak satupun jalan keluar kutemui, ternyata hanya di pintuNya-lah tak pernah kutemui jalan buntu. Aku merajuk mengulang pinta dan doa. Sembari menegakkan ikhtiar secara maksimal, kunikmati waktu melambungkan bait-bait doa dalam kepasrahan yang paripurna. Bahwa permata jiwaku