Langsung ke konten utama

MENGOLAH SAMPAH PLASTIK MENJADI MEDIA TANAM

Pandemi Covid 19 memberikan hikmah positif tersendiri bagi bangsa ini. Salah satunya adalah mengajarkan kita untuk senantiasa produktif meskipun berada di dalam rumah. Masih tentang mengolah limbah sampah, kali ini saya bersama kakak perempuan saya memanfaatkan kemasan refill minyak goreng, mika bekas hantaran kue dan gelas air mineral yang semuanya berbahan plastik sebagai media tanam untuk membudidayakan tanaman sirih cina, cabe merah dan jeruk nipis.

Kami menggunakan media tanam yang berbahan plastik karena kami sadar bahwa plastik termasuk sampah non organik dimana membutuhkan waktu yang sangat lama untuk mengurainya. Karenanya, mengapa tidak untuk memanfaatkannya sebagai media tanam, dalam rangka ikhtiar kita menjaga bumi agar tetap sehat. 

                             Cabe Merah


 Cabe Merah dan Sawi Hijau


Sawi Hijau


Jeruk Nipis dan Sirih Cina
Sirih Cina

Well, sebagaimana yang kita lihat berurutan pada gambar, berjejer gelas air mineral bekas yang menjadi media tanam cabai merah dan sawi hijau. Selanjutnya ada sirih cina yang ditanam di atas mika bekas hantaran kue berdampingan dengan tanaman jeruk nipis yang dibudidayakan di dalam kemasan refill minyak goreng sebagai media tanamnya. Rimbunan hijau daunnya benar-benar memanjakan mata bagi siapa saja yang melihatnya. Si hijau yang memiliki banyak manfaat, namun acapkali dipandang sebelah mata. Btw, saya akan ulas lebih lanjut tentang sirih cina ini pada tulisan selanjutnya. Insyaa Allah.

Kembali ke aktivits di kala pandemi, selain tetap bisa membuat diri senantiasa produktif meski hanya berada di dalam rumah, melakukan aktivitas bercocok tanam juga membawa kita berperan serta ikut ambil bagian dalam rangka menyehatkan bumi dengan cara mengolah sampah plastik menjadi media tanam lho... So, yuk, tidak ada kata terlambat untuk memulai aksi, karena semua hasil yang gemilang berawal dari langkah kecil kita untuk memulainya. ☺


Komentar

Postingan populer dari blog ini

SENANDIKA BLOG SEUMUR JAGUNG

  Seketika aku tampak seperti manusia gua. Aku baru saja tahu ada riuh di luaran sana kala netra memandang lekat pada almanak. Bulan Oktober hari ke 27, ternyata menjadi peringatan "Hari Blogger Nasional" . Berjuta pernyataan "baru tahu, oh ternyata, oh begini" memenuhi cerebrumku. Laun namun pasti, beragam pernyataan itu bersatu menembus lobus frontalku dan terkunci dalam satu pernyataan ringkas : "Masih ada kesempatan untuk  berbagi kesan dan memperingati. Lepaskan saja euforianya dan menarilah dalam aksara bersama para punggawa literasi lainnya" . And voila .. Hari ini di penghujung bulan Oktober tahun 2021, sebuah tulisan sederhana nan receh tersaji di sela waktu membersamai dua balita mungil tercinta. Tentu saja dalam keterbatasan yang asyik. Mengapa begitu?. Mengenang perjalanan blogging dan menuliskannya kembali di sini membuat satu per satu memori terbuka dan merangkak keluar dari dalam kotak pandora. Aku mulai memberanikan diri menginterpretasik

METAMORFOSA MIMPI

(Sumber foto : pixabay) 🍁 DESEMBER 2003 Tetiba rasa ini ada. Mulanya sebiji saja. Sejuta sayang, terlambat kusadari hingga tunasnya berkecambah penuh di dasar hati. Geletarnya terasa bahkan hingga hampir seribu malam sejak detik ini. Aku terjatuh lantas menaruh rasa. Tak ada lagi awan yang mengabu, sebab semua hariku seketika berwarna biru. Sesederhana itu geletar rasa, bisa merubah mimpi buruk menjadi sebuah asa. Bila kalian tanya apa dan bagaimana mimpiku, dengan lantang akan kujawab : DIA ❤. 🍁  FEBRUARI 2006 (Sumber foto : pixabay) Sayonara kuucapkan pada kisah lama. Bak plot twist roman picisan. Hari ini mimpiku sedikit bergeser ke dalam bentuk ekspektasi. Membahagiakan yang terkasih dengan penghidupan yang lebih baik. Iya, senyuman ibunda layak menjadi juara. Kukejar mimpi seperti mengejar bayanganku sendiri. Tak mengapa. Selagi aku terus berusaha menghunjamkan 'akar'nya hingga menembus jauh ke dalam tanah, bukankah sah saja bila aku memiliki mimpi yang menjulang tinggi

SEJAUH MANA KITA LIBATKAN ALLAH DALAM HIDUP KITA?

(Sumber foto : IG @ninih.muthmainnah) Masih terekam jelas dalam ingatan, peristiwa ketika si kecil tetiba terjatuh lantas mengalami kejang hingga tak sadarkan diri. Detik kala itu berlalu sangat cepat, bak sebuah adegan film dengan sekali aba-aba take action tanpa cut dari sang sutradara. Menutup lembaran tahun dalam nuansa yang jauh dari kata indah. Melewati puncak tantrum si kecil di sebuah rumah sakit. Bersamaan dengan pekik suara terompet membelah hening malam, pertanda tahun 2021 telah berlalu dan berganti dengan ucapan selamat datang tahun 2022. Serupa antitesis dalam sebuah fragmen kejadian yang harus dilewati secara bersamaan sekaligus. Satu hal yang membekas dari peristiwa di penghujung tahun lalu, ketika tak satupun jalan keluar kutemui, ternyata hanya di pintuNya-lah tak pernah kutemui jalan buntu. Aku merajuk mengulang pinta dan doa. Sembari menegakkan ikhtiar secara maksimal, kunikmati waktu melambungkan bait-bait doa dalam kepasrahan yang paripurna. Bahwa permata jiwaku