Langsung ke konten utama

MERANGKAI PUZZLE LITERASI di MOMEN HUT ke-11 KOMUNITAS IBU-IBU DOYAN NULIS (IIDN)


Mengenal komunitas Ibu-Ibu Doyan Nulis (IIDN), bagi saya ibarat mengumpulkan kepingan puzzle dalam pencapaian sederhana saya selama hampir dua bulan terakhir ini. Betapa tidak, mungkin di antara semua para member dan pengagum komunitas ini, saya lah yang berada di urutan paling buncit dari daftar orang yang baru tahu dan mengenal IIDN sebagai komunitas literasi dalam negeri di mana semua pioner dan membernya digawangi oleh kaum perempuan.


Cara Allah memperkenalkan saya dengan Komunitas IIDN ini begitu unik, karena semuanya berawal dari beberapa kebetulan yang tidak disengaja. Bermula dari membaca instagram story milik mbak Dian Farida Ismyama (@dianismyama), seorang lifestyle blogger sekaligus ibu dari tiga buah hati, di mana kebetulan saya adalah follower beliau. Beliau juga adalah salah seorang yang menginspirasi saya dalam membersamai tumbuh kembang dua balita saya, mengingat profesinya sebagai seorang penulis yang concern dengan dunia anak-anak dan telah menerbitkan sebuah buku bertajuk "Anti Stres Hadapi Tantrum Pada Anak". Dalam instagram story-nya waktu itu, mbak Dian membagikan flyer salah satu event peringatan HUT IIDN ke-11. Dan menariknya, tanpa ragu saya berselancar untuk tahu lebih lanjut tentang detail informasi event tersebut dan berlanjut pada rasa penasaran tentang apa sih Komunitas Ibu-Ibu Doyan Nulis itu?


Well, ternyata rasa penasaran itulah yang menjadi cikal bakal saya mengenal lebih jauh tentang IIDN yang membawa saya untuk mengikuti salah satu event di sana, yakni event instagram challenge bertajuk "Tulisan Pertamaku" yang digagas oleh salah seorang member IIDN yakni mbak Shafira Adlina (@shadl). Tanpa berekspektasi sama sekali untuk memenangi challenge tersebut, karena saya menyadari bahwa itu kali pertama saya mengikuti challenge sebuah komunitas di instagram. Benar-benar secara harfiah menjadi tulisan pertama dalam event challenge "Tulisan Pertamaku". Kedua, ketika pada akhirnya saya tahu bahwa tulisan-tulisan karya member lain sungguh luar biasa bagus, baik ditinjau dari diksi maupun isi tulisan yang menggambarkan sisi pengalaman sang penulis dalam perjalanan mereka berkecimpung di dunia literasi. Bagai jauh panggang dari api bila dibandingkan dengan pencapaian saya selama ini. 


Hingga tibalah waktu pengumuman tiba. Ada notifikasi  dari akun instagram mbak Shadlina yang memberitahu bahwa saya terpilih menjadi salah satu dari dua pemenang challenge " Tulisan Pertamaku". Honestly, I feel speechless and unpredictable. Bahkan sampai hari ini, bila mengingatnya, saya masih terbawa rasa tak percaya bahwa tulisan saya berhasil memenangi instagram challenge tersebut. Namun saya mensyukuri setiap apresiasi yang diberikan kepada saya kala itu. Ajaibnya, saya semakin termotivasi untuk mengikuti rangkaian event yang dilombakan komunitas IIDN selanjutnya. 


Event kedua yang saya ikuti dan tak kalah memotivasi adalah event Blog Tour  pertama yang diadakan oleh Bu Annie Nugraha. Tanpa ada bekal pengetahuan sama sekali tentang dunia perbloggeran tanah air, bermodalkan nekat saya mengikuti event tersebut. Kendala menghadang manakala akhirnya saya tahu bahwa syarat untuk memberikan komentar di blogpost Bu Annie haruslah mempunyai website pribadi, sementara saya tidak memilikinya. Sekali lagi dengan modal nekat, saya beranikan mengirim pesan teks melalui whatsapp ke nomor Bu Annie. Gayung pun bersambut. Saya merasakan keluasan hati seorang Bu Annie Nugraha kala itu, ketika beliau berada dalam situasi memaklumi keterbatasan saya dalam mengakses informasi digital masa kini bernama website. Bu Annie dengan santun dan tanpa bersikap underestimate sama sekali, merespon setiap keluhan saya dan memberikan solusi cerdas dengan melibatkan tim web designer milik beliau. And voila, tanpa menunggu lama, Bu Annie memberikan garansi bahwa portal akan dibuka oleh tim web designer, dan hanya  berselang 30 menit setelahnya, saya bisa ikut bergabung memberikan komentar di blogpost beliau. Alhamdulillah.


Kelegaan saya tak berhenti sampai di situ. Feedback dari Bu Annie setelah saya memberikan komentar di blogpost beliau membuat hati saya basah. Pun ketika sekali lagi beliau memberikan apresiasi berupa support motivasi di akun Facebook saya agar saya membuat blog pribadi supaya bakat literasi bisa tersalurkan dengan baik. Berawal dari situlah untuk kesekian kalinya, saya memberanikan diri secara otodidak belajar membuat blog dengan bantuan fitur Google dan YouTube. Bila ingat masa itu, saya merasa tidak meragu manakala ada seorang bijak berkata bahwa kata-kata adalah mantra. Boleh jadi kata-kata yang disampaikan seseorang bermakna biasa bagi dirinya sendiri. Namun bisa jadi akan bermakna luar biasa bagi orang lain yang mendengarnya. Hal itulah yang terjadi pada saya kala itu. Semangat dari Bu Annie menjadi booster tersendiri untuk saya. Semoga beliau membaca tulisan ini. Rasa terimakasih tak terhingga saya haturkan atas supportnya kala itu, hingga menjadikan positive vibes tersendiri untuk diri saya saya dan mengimplementasikan itu semua ke dalam sebuah blog sederhana bertajuk "Rumah Kata" . Sepenuh doa terlantun untuk beliau, semoga Allah berkahi beliau dan keluarga dengan kucuran pahala kebaikan yang terus mengalir hingga ke JannahNya kelak. Aamiin.


Kembali ke case blog pribadi tadi, blog pribadi saya terbilang masih sepi pengunjung, sangat sederhana, kurang menarik, dan jauh dari kata rapi. Ibarat sebuah rumah yang belum selesai dibangun yang masih sangat perlu untuk ditambal di sana sini. Begitupun dengan rumah kata yang saya dirikan hari ini. Sebuah blog pribadi, sarana menginterpretasikan rasa lewat aksara, yang masih jauh dari kata sempurna.


Walaupun begitu, blog ini sangat bermanfaat dalam perjalanan literasi saya selanjutnya setelah event Blog Tour yang digagas oleh Bu Annie Nugraha beberapa waktu lalu. Betapa tidak, karena saya semakin bersemangat mengikuti event Blog Tour yang diadakan oleh member komunitas IIDN yang lainnya. Blog Tour yang diadakan oleh empat blogger yakni mbak April Hamsa, mbak Lendy Kurnia Reni, mbak Uniek, dan mbak Triana Dewi berhasil saya ikuti walaupun sekali lagi untuk bisa memenangi salah satu event mereka, saya tak berani untuk berekspektasi berlebihan.


Karena bahkan sampai hari ini, saya masih terus belajar memperkaya kuantitas dan kualitas literasi saya, dengan cara meluangkan waktu menulis di blog pribadi ini di sela senggang timing mengasuh dua balita kesayangan. Pun salah satunya juga dengan cara terus belajar untuk merapikan tulisan di blog pribadi tersebut.


Adapun salah satu bahan untuk memperkaya kualitas literasi saya yakni dengan mengikuti salah satu kompetisi dari rangkaian event peringatan HUT ke-11 IIDN, Kompetisi Liputan Festival Perempuan 2021. Dimana salah satu syaratnya adalah membuat tulisan di blog yang berisi tentang liputan terkait, setelah sebelumnya wajib mengikuti salah satu Festival Perempuan 2021 melalui acara sharing session via platform zoom. Bagaimana hasilnya??? Insyaa Allah akan saya bagikan pengalaman tersebut di tulisan saya selanjutnya. Terima kasih telah berkenan membaca tulisan ini. 


Selamat ulang tahun Komunitas Ibu-Ibu Doyan Nulis (IIDN). Semoga senantiasa menjadi ruang bertumbuh bagi para perempuan pegiat literasi tanah air. Senantiasa menjadi oase di tengah keringnya kreativitas literasi diri. Salam baik.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

SENANDIKA BLOG SEUMUR JAGUNG

  Seketika aku tampak seperti manusia gua. Aku baru saja tahu ada riuh di luaran sana kala netra memandang lekat pada almanak. Bulan Oktober hari ke 27, ternyata menjadi peringatan "Hari Blogger Nasional" . Berjuta pernyataan "baru tahu, oh ternyata, oh begini" memenuhi cerebrumku. Laun namun pasti, beragam pernyataan itu bersatu menembus lobus frontalku dan terkunci dalam satu pernyataan ringkas : "Masih ada kesempatan untuk  berbagi kesan dan memperingati. Lepaskan saja euforianya dan menarilah dalam aksara bersama para punggawa literasi lainnya" . And voila .. Hari ini di penghujung bulan Oktober tahun 2021, sebuah tulisan sederhana nan receh tersaji di sela waktu membersamai dua balita mungil tercinta. Tentu saja dalam keterbatasan yang asyik. Mengapa begitu?. Mengenang perjalanan blogging dan menuliskannya kembali di sini membuat satu per satu memori terbuka dan merangkak keluar dari dalam kotak pandora. Aku mulai memberanikan diri menginterpretasik

METAMORFOSA MIMPI

(Sumber foto : pixabay) 🍁 DESEMBER 2003 Tetiba rasa ini ada. Mulanya sebiji saja. Sejuta sayang, terlambat kusadari hingga tunasnya berkecambah penuh di dasar hati. Geletarnya terasa bahkan hingga hampir seribu malam sejak detik ini. Aku terjatuh lantas menaruh rasa. Tak ada lagi awan yang mengabu, sebab semua hariku seketika berwarna biru. Sesederhana itu geletar rasa, bisa merubah mimpi buruk menjadi sebuah asa. Bila kalian tanya apa dan bagaimana mimpiku, dengan lantang akan kujawab : DIA ❤. 🍁  FEBRUARI 2006 (Sumber foto : pixabay) Sayonara kuucapkan pada kisah lama. Bak plot twist roman picisan. Hari ini mimpiku sedikit bergeser ke dalam bentuk ekspektasi. Membahagiakan yang terkasih dengan penghidupan yang lebih baik. Iya, senyuman ibunda layak menjadi juara. Kukejar mimpi seperti mengejar bayanganku sendiri. Tak mengapa. Selagi aku terus berusaha menghunjamkan 'akar'nya hingga menembus jauh ke dalam tanah, bukankah sah saja bila aku memiliki mimpi yang menjulang tinggi

SEJAUH MANA KITA LIBATKAN ALLAH DALAM HIDUP KITA?

(Sumber foto : IG @ninih.muthmainnah) Masih terekam jelas dalam ingatan, peristiwa ketika si kecil tetiba terjatuh lantas mengalami kejang hingga tak sadarkan diri. Detik kala itu berlalu sangat cepat, bak sebuah adegan film dengan sekali aba-aba take action tanpa cut dari sang sutradara. Menutup lembaran tahun dalam nuansa yang jauh dari kata indah. Melewati puncak tantrum si kecil di sebuah rumah sakit. Bersamaan dengan pekik suara terompet membelah hening malam, pertanda tahun 2021 telah berlalu dan berganti dengan ucapan selamat datang tahun 2022. Serupa antitesis dalam sebuah fragmen kejadian yang harus dilewati secara bersamaan sekaligus. Satu hal yang membekas dari peristiwa di penghujung tahun lalu, ketika tak satupun jalan keluar kutemui, ternyata hanya di pintuNya-lah tak pernah kutemui jalan buntu. Aku merajuk mengulang pinta dan doa. Sembari menegakkan ikhtiar secara maksimal, kunikmati waktu melambungkan bait-bait doa dalam kepasrahan yang paripurna. Bahwa permata jiwaku