Langsung ke konten utama

GERAKAN CINTA BUAH LOKAL SEBAGAI MOMENTUM UNTUK MERAJAI PASAR DI ERA PANDEMI COVID-19


Sebagaimana kita ketahui, Indonesia merupakan salah satu dari dua puluh negara terbesar penghasil buah, namun ironisnya juga menjadi salah satu dari lima negara terbesar yang mengimpornya. Berbanding terbalik dengan hal tersebut, berdasarkan data WHO, angka konsumsi buah masyarakat Indonesia tergolong masih rendah.  Padahal bila ditelisik lebih jauh, Indonesia sebagai negara agraris dengan sumber daya alam dan sumber daya manusia potensial di dalamnya, sesungguhnya mempunyai kemampuan membangun industri buah nusantara di masa depan. Kualitas buah lokal nusantara pun tak kalah pamor dengan buah impor produk luar negeri. Senada dengan hal tersebut,  tanpa bermaksud menutup mata akan problematika yang ada saat ini, keberadaan buah lokal justru seolah tergusur dengan euforia hadirnya buah impor yang memiliki tampilan jauh lebih menarik dan tak jarang membanderol harga yang lebih terjangkau. 


Berkaitan dengan konteks membangun industri buah nusantara tersebut, sebenarnya sejak tanggal 17 Mei 2013, Kementerian BUMN telah  mencanangkan gerakan Revolusi Oranye, yakni sebuah gerakan nasional untuk mengubah secara revolusioner, baik itu pengembangan kebijakan maupun pasar buah nusantara melalui dukungan dan fasilitasi pengembangan produksi buah nusantara berbasis kawasan perkebunan, kampanye konsumsi buah nusantara, peningkatan ekspor buah tropis serta penurunan ketergantungan pada buah impor.


Namun seiring jalannya waktu, hambatan dan tantangan di depan mata masih sulit untuk dihadapi. Betapa tidak, gerakan Revolusi Oranye yang notabene sudah digaungkan sejak delapan warsa lalu, dalam prakteknya masih dihadapkan pada kendala-kendala yang bersifat substansial. Diantaranya ketergantungan masyarakat akan kehadiran buah impor yang masih sulit untuk dihilangkan berbanding lurus dengan semakin meredupnya pesona buah lokal. Sehingga hal tersebut berkorelasi pula pada kesejahteraan para petani buah yang cenderung tidak mengalami peningkatan secara signifikan selama ini. 


Adapun salah satu langkah taktis yang bisa ditempuh untuk memecahkan permasalahan tersebut adalah dengan menggaungkan gerakan cinta buah lokal, khususnya di masa pandemi seperti sekarang ini. Karena sebagaimana kita ketahui bahwa adanya pandemi Covid-19 telah melumpuhkan seluruh sektor kehidupan di dunia, baik itu sektor pemerintahan, kesehatan, hingga berdampak langsung pada sektor perekonomian masyarakat khususnya. Namun, bak dua sisi mata uang yang berlawanan, adanya pandemi juga menghadirkan hikmah baru di tengah kekacauan situasi yang ada. Salah satunya adalah kebutuhan masyarakat akan produk hortikultura, baik itu sayur maupun buah-buahan yang mengalami kenaikan, berbanding terbalik dengan penjualan produk buah impor yang mengalami penurunan akibat terganggunya proses distribusi sehingga berdampak pada lonjakan harga di dalam negeri. Berkaca dari realita tersebut, itu artinya bahwa era pandemi ini membuka peluang bagi buah lokal untuk bisa mengisi kekosongan persediaan buah impor dan menjadi momentum awal untuk bisa merajai pasar perdagangan.  


Dalam rangka tercapainya tujuan itu, media sangat berperan untuk membantu mewujudkannya. Tidak hanya terbatas pada media elektronik saja, melainkan secara massive juga melalui media sosial. Karena jamak kita ketahui bahwa media sosial di era digital seperti saat ini ibarat sebuah etalase, dimana berfungsi sebagai wadah yang menyajikan aneka ragam informasi bagi khalayak ramai. Pun dengan gerakan kampanye tersebut, diharapkan masyarakat bisa mengetahui tentang kekayaan buah lokal nusantara, sehingga membangun kesadarannya untuk cinta akan buah lokal dengan cara mengonsumsinya.


Lebih dari itu, kampanye gerakan cinta buah lokal juga bisa dilakukan lewat berbagai platform media sosial, diantaranya menyelenggarakan webinar nasional bertemakan gerakan cinta buah lokal dan #DukungPetaniLokal, serta mengadakan festival buah nusantara pasca pandemi usai.





Gerakan konsumsi buah lokal juga bisa diimplementasikan secara nasional. Misalnya dengan mewajibkan penggunaan buah lokal dalam jamuan di berbagai acara, baik tingkat daerah, nasional maupun skala internasional. Selanjutnya merambah ke sektor lain seperti hotel-hotel, restoran-restoran, pusat perbelanjaan dan tempat wisata juga memiliki kewajiban yang sama. Walaupun tentunya perlu peran pemerintah untuk membuat suatu kebijakan atau regulasi yang mengatur hal tersebut di dalamnya.


Terakhir, perlu adanya proses edukasi berkelanjutan untuk para petani buah yang melibatkan para pakar yang kompeten di bidangnya, berkaitan dengan proses produksi, termasuk diantaranya mencakup pemilihan bibit unggul, proses penanaman, proses perawatan, proses panen hingga berakhir pada sistem pendistribusian dimana bertujuan agar buah lokal tersebut bisa sampai ke tangan konsumen dalam keadaan tetap segar dan terjaga kualitasnya.


Bila itu semua terlaksana, bukan hal mustahil harapan akan terwujudnya masyarakat Indonesia yang sehat, dan petani yang sejahtera akan tercapai. Mengingat produk buah lokal memiliki potensi besar menambah pundi-pundi devisa negara dan menjadi andalan di masa pandemi, dimana kesadaran masyarakat untuk menjalani pola hidup sehat mulai terbangun kembali, salah satunya dengan cara mengonsumsi buah-buahan. 





Yuk, mari bersemangat #DukungPetaniLokal dengan cara mengonsumsi buah lokal. Indonesia Sehat, Petani Sejahtera!



Catatan : Tulisan ini dibuat pada tanggal 10 Juli 2021, dalam rangka event Blog Competition yang diadakan oleh itsbuah.com. Bersyukurnya ketika pada saat pengumuman pemenang tiba, saya mendapatkan apresiasi sebagai Juara Favorit. Terima kasih itsbuah.com 😊














Komentar

Postingan populer dari blog ini

SENANDIKA BLOG SEUMUR JAGUNG

  Seketika aku tampak seperti manusia gua. Aku baru saja tahu ada riuh di luaran sana kala netra memandang lekat pada almanak. Bulan Oktober hari ke 27, ternyata menjadi peringatan "Hari Blogger Nasional" . Berjuta pernyataan "baru tahu, oh ternyata, oh begini" memenuhi cerebrumku. Laun namun pasti, beragam pernyataan itu bersatu menembus lobus frontalku dan terkunci dalam satu pernyataan ringkas : "Masih ada kesempatan untuk  berbagi kesan dan memperingati. Lepaskan saja euforianya dan menarilah dalam aksara bersama para punggawa literasi lainnya" . And voila .. Hari ini di penghujung bulan Oktober tahun 2021, sebuah tulisan sederhana nan receh tersaji di sela waktu membersamai dua balita mungil tercinta. Tentu saja dalam keterbatasan yang asyik. Mengapa begitu?. Mengenang perjalanan blogging dan menuliskannya kembali di sini membuat satu per satu memori terbuka dan merangkak keluar dari dalam kotak pandora. Aku mulai memberanikan diri menginterpretasik

METAMORFOSA MIMPI

(Sumber foto : pixabay) 🍁 DESEMBER 2003 Tetiba rasa ini ada. Mulanya sebiji saja. Sejuta sayang, terlambat kusadari hingga tunasnya berkecambah penuh di dasar hati. Geletarnya terasa bahkan hingga hampir seribu malam sejak detik ini. Aku terjatuh lantas menaruh rasa. Tak ada lagi awan yang mengabu, sebab semua hariku seketika berwarna biru. Sesederhana itu geletar rasa, bisa merubah mimpi buruk menjadi sebuah asa. Bila kalian tanya apa dan bagaimana mimpiku, dengan lantang akan kujawab : DIA ❤. 🍁  FEBRUARI 2006 (Sumber foto : pixabay) Sayonara kuucapkan pada kisah lama. Bak plot twist roman picisan. Hari ini mimpiku sedikit bergeser ke dalam bentuk ekspektasi. Membahagiakan yang terkasih dengan penghidupan yang lebih baik. Iya, senyuman ibunda layak menjadi juara. Kukejar mimpi seperti mengejar bayanganku sendiri. Tak mengapa. Selagi aku terus berusaha menghunjamkan 'akar'nya hingga menembus jauh ke dalam tanah, bukankah sah saja bila aku memiliki mimpi yang menjulang tinggi

SEJAUH MANA KITA LIBATKAN ALLAH DALAM HIDUP KITA?

(Sumber foto : IG @ninih.muthmainnah) Masih terekam jelas dalam ingatan, peristiwa ketika si kecil tetiba terjatuh lantas mengalami kejang hingga tak sadarkan diri. Detik kala itu berlalu sangat cepat, bak sebuah adegan film dengan sekali aba-aba take action tanpa cut dari sang sutradara. Menutup lembaran tahun dalam nuansa yang jauh dari kata indah. Melewati puncak tantrum si kecil di sebuah rumah sakit. Bersamaan dengan pekik suara terompet membelah hening malam, pertanda tahun 2021 telah berlalu dan berganti dengan ucapan selamat datang tahun 2022. Serupa antitesis dalam sebuah fragmen kejadian yang harus dilewati secara bersamaan sekaligus. Satu hal yang membekas dari peristiwa di penghujung tahun lalu, ketika tak satupun jalan keluar kutemui, ternyata hanya di pintuNya-lah tak pernah kutemui jalan buntu. Aku merajuk mengulang pinta dan doa. Sembari menegakkan ikhtiar secara maksimal, kunikmati waktu melambungkan bait-bait doa dalam kepasrahan yang paripurna. Bahwa permata jiwaku