Langsung ke konten utama

FILOSOFI GELAS KOSONG, MODAL UTAMAKU BAHAGIA BERSAMA LITERASI

 


Menulis adalah memahat peradaban. Demikian saya meminjam istilah seorang sastrawan ternama tanah air, Helvy Tiana Rosa. Sebuah tulisan itu adalah rekam jejak. Sekali dipublikasikan, tak akan bisa kita tarik. Maka menulislah hal-hal yang berarti agar tiada penyesalan di kemudian hari. Sebuah pesan sederhana tersirat. Ada tanggung jawab moral yang mengiringi dalam setiap perjalanan goresan aksara yang tertuang di dalamnya. Tak berhenti di sana, menulis juga tak semata tentang bagaimana menginterpretasikan rasa melalui aksara, namun juga tentang perjalanan menukil ilmu dari tulisan  yang telah disyiarkan.


Dan hari ini ketika langkah masih terseok berjalan di belantara literasi, seolah menemukan oase yang menjadi penyejuk dahaga, saya mendapatkan ilmu dari para pegiat literasi yang terlebih dahulu merasakan asam garam dunia tersebut. Tak hanya secercah, tetapi banyak dan benderang seketika dunia saya. Salah seorang penulis multitalenta yang menginspirasi perjalanan saya adalah Maman Suherman. Kang Maman, demikian beliau disapa, tak hanya piawai merangkai diksi dan kosakata, namun juga mampu mengampu sebuah momen dan menjadikannya ide cerdas untuk kemudian menyajikannya ke dalam opini-opini cadas yang keluar dari dalam pikiran beliau. Saya mengikuti rekam jejak beliau dalam beberapa event diskusi asyik yang digagas oleh JNE, dimana salah satunya bertajuk "Asyiknya Nulis yang Asyik" dengan tema "Maju Indonesia dengan Literasi Baca-Tulis" di sebuah forum diskusi live di instagram. 


Dengan gaya bertutur yang khas dan straight to the point, saya dibuat terkesima dengan sudut pandangnya. Salah satu yang menginspirasi adalah ungkapan beliau yang berbunyi "Datanglah selalu dengan gelas kosong. Jangan datang dalam keadaan gelasmu penuh, karena akan tumpah." Tempatkanlah diri kita selayaknya "gelas kosong" yang menampung segala ilmu pengetahuan baru. Tanggalkan sebentar segala persepsi, ego dan pengajaran yang selama ini kita dapatkan. Dengan begitu, kita akan selalu siap menampung segala bentuk wawasan baru. Itu artinya, rasa rendah hati juga sangat bermain peranannya di sana.



Well, hari ini langkah saya masih tetap sama, masih tertatih menyusuri antah berantah literasi. Namun setidaknya saya merasa langkah kaki saya jauh lebih ringan karena dikuatkan oleh filosofi gelas kosong tadi. Untuk senantiasa belajar menanggalkan segala persepsi dan menghargai pendapat juga karya yang orang lain miliki. Pun untuk senantiasa membumi dalam karya sendiri meski terkadang harus melewati masa-masa gulita nan senyap. Yakin saja bahwa kelak pendarnya akan bersinar dan memantul indah ke seantero semesta. Semoga saja. 


#jnewsxkangmaman

#JNE31Tahun

#jnemajuindonesia

Komentar

  1. Masya Allah benar-benar membuat saya juga tertampar. Literasi pekerjaan besar saya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pun dengan saya. Perlu untuk banyak belajar lagi tentang dunia literasi. Yuk semangat yuk 🤗❤

      Hapus
  2. Suka dengan menulis tak semata tentang bagaimana menginterpretasikan rasa melalui aksara, namun juga tentang perjalanan menukil ilmu dari tulisan yang telah disyiarkan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, berharap setiap apa yg kita tulis bisa membawa manfaat dan kebaikan bagi para pembacanya 😀

      Hapus
  3. Ya, literasi bukan hanya membuat bahagia, tapi bisa jadi healing juga

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yupp, sepakat ❤. Literasi bisa menjadi media self healing buat para pecintanya 😊

      Hapus
  4. Menulis memahat peradaban, begitu dahsyat maknanya. Saya terkesima saat pertama skali membacanya, mengulang dan terus mengulang untuk memahatnya dalam memori saya. Hari ini mba Iin mengingatkan saya lagi. Trimkasih mba Iin utk tulisan yg keren ini..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih banyak mba Soraya 🤗. Pun bagi saya, bahwa menulis juga tentang menasehati diri sendiri. Semoga setiap aksara yang tergoreskan pena bisa membawa hikmah terlebih bagi penulisnya, pun teruntuk para pembacanya ❤

      Hapus
  5. mengena banget tulisannya mba,...sama seperti yang saya rasakan sekarang, berusaha belajar merekam jejak, menggapai mimpi. salam literasi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Salam literasi mba Nita 😊. Yuk kita semangat menulis untuk memahat peradaban yang baik bagi generasi selanjutnya 😊❤

      Hapus
  6. sebagai pemula pengen mengikuti jejak para penulis yang berpengalaman yang sudah lama mengikuti dunia penulis an

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yupp, karena dari mereka-lah cahaya ilmu itu berpendar. Karya-karya yg luar biasa dan eksistensi mereka yg tak lekang oleh zaman sangat patut untuk diteladani 😊.

      Hapus
  7. literasi bmemang pekerjaan besar yang butuh waktu bertahun-tahun dan biasanya sekali jatuh cinta maka tak mudah berpaling 😍 terimakasih mba Iin

    BalasHapus
    Balasan
    1. Benar sekali mba Yusriah ❤. Dunia literasi tak ubahnya seperti candu bagi para pecintanya. Sekalinya tenggelam, tak ingin bergegas mengapung kembali ke permukaan 😀.

      Hapus
  8. Sebagai pemula, saya juga merasakan hal yang sama... masih mencoba merangkak menyibak dunia literasi yang luas., tetap semangat.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semangatt selalu mba Yatmie 🤗Yuk bisa yuk 😊❤

      Hapus
  9. Iya ya, harus benar-benar menyiapkan diri untuk menerima ilmu. Jangan sok tahu dan mari membuka diri buat belajar

    BalasHapus
    Balasan
    1. That's a point! ❤ membuka diri untuk menerima wawasan baru yg terkadang ga sesuai dengan pendapat kita. It's okey, karena terkadang justru perbedaan itu bisa membawa insight baru dalam pemikiran kita 😀

      Hapus
  10. Bener banget mbak. Harus jadi gelas kosong biar nggak sombong, tapi trus berusaha mengisi kekosongan. Keren filosofinya!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iyaa 😀 poinnya ada di kita yg harus mau menerima pendapat dan wawasan baru tetapi tetap tanpa menanggalkan rasa rendah hati alias harus tetap down to earth 😊

      Hapus
  11. Filosofi gelas kosong ini bagus. Pertama kali aku tau tuh dari China, mereka banyak menelurkan filosofi yang menyentil juga. Keren keren, aku suka filosofinya!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih mba Listiorini ❤ filosofinya sederhana namun sarat akan makna 😊

      Hapus
  12. Setuju, Mbak. Gelas kosong membantu penerimaan kita terhadap kebenaran yang disampaikan orang lain. Berbeda hal jika sudah merasa tahu akan sesuatu, maka ilmu yang akan diterima tidak akan pernah sampai ke hati justru menguap tak berbekas.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yuppp, sangat sepakat mba Lana ❤ filosofi ilmu rendah hati yg harus dipraktekkan secara terus menerus 😊

      Hapus
  13. Literasi adalah dunia yang membahagiakan serta menyehatkan bagi hati dan pikiran sekaligus menghasilkan buat saya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yupp! Bisa menjadi sarana self healing juga ya mba Oemy 😀

      Hapus
  14. barusan aku ikut webinarnya kang maman ini mba dan ungkapan yang ngena banget "kita gak akan pernah tau klo ga pernah coba"

    BalasHapus
    Balasan
    1. Benerr, terkadang kita asyik berkutat dengan pemikiran kita sendiri, ga berani mencoba hal baru. Padahal sebenernya bila kita mau membuka mata juga hati, di luaran sana banyak hal baru yg menarik untuk kita explore 😊

      Hapus
  15. Saya selalu siapkan gelas kosong untuk menerima ilmu baru

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah ❤ smangatt mba Widya 😊💪

      Hapus
  16. Setuju bangetttt... harus selalu jadi kelas kosong ketika belajar...

    BalasHapus
  17. Masyaallah. Terima kasih reminder-nya, Mbak. Memang rasa angkuhlah yang menghambat proses belajar.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah ini poinnya, benerr banget mba Monica 😊❤

      Hapus

Posting Komentar

Terima kasih sudah membaca artikel ini. Silakan berkomentar dengan santun.

Postingan populer dari blog ini

SENANDIKA BLOG SEUMUR JAGUNG

  Seketika aku tampak seperti manusia gua. Aku baru saja tahu ada riuh di luaran sana kala netra memandang lekat pada almanak. Bulan Oktober hari ke 27, ternyata menjadi peringatan "Hari Blogger Nasional" . Berjuta pernyataan "baru tahu, oh ternyata, oh begini" memenuhi cerebrumku. Laun namun pasti, beragam pernyataan itu bersatu menembus lobus frontalku dan terkunci dalam satu pernyataan ringkas : "Masih ada kesempatan untuk  berbagi kesan dan memperingati. Lepaskan saja euforianya dan menarilah dalam aksara bersama para punggawa literasi lainnya" . And voila .. Hari ini di penghujung bulan Oktober tahun 2021, sebuah tulisan sederhana nan receh tersaji di sela waktu membersamai dua balita mungil tercinta. Tentu saja dalam keterbatasan yang asyik. Mengapa begitu?. Mengenang perjalanan blogging dan menuliskannya kembali di sini membuat satu per satu memori terbuka dan merangkak keluar dari dalam kotak pandora. Aku mulai memberanikan diri menginterpretasik

METAMORFOSA MIMPI

(Sumber foto : pixabay) 🍁 DESEMBER 2003 Tetiba rasa ini ada. Mulanya sebiji saja. Sejuta sayang, terlambat kusadari hingga tunasnya berkecambah penuh di dasar hati. Geletarnya terasa bahkan hingga hampir seribu malam sejak detik ini. Aku terjatuh lantas menaruh rasa. Tak ada lagi awan yang mengabu, sebab semua hariku seketika berwarna biru. Sesederhana itu geletar rasa, bisa merubah mimpi buruk menjadi sebuah asa. Bila kalian tanya apa dan bagaimana mimpiku, dengan lantang akan kujawab : DIA ❤. 🍁  FEBRUARI 2006 (Sumber foto : pixabay) Sayonara kuucapkan pada kisah lama. Bak plot twist roman picisan. Hari ini mimpiku sedikit bergeser ke dalam bentuk ekspektasi. Membahagiakan yang terkasih dengan penghidupan yang lebih baik. Iya, senyuman ibunda layak menjadi juara. Kukejar mimpi seperti mengejar bayanganku sendiri. Tak mengapa. Selagi aku terus berusaha menghunjamkan 'akar'nya hingga menembus jauh ke dalam tanah, bukankah sah saja bila aku memiliki mimpi yang menjulang tinggi

SEJAUH MANA KITA LIBATKAN ALLAH DALAM HIDUP KITA?

(Sumber foto : IG @ninih.muthmainnah) Masih terekam jelas dalam ingatan, peristiwa ketika si kecil tetiba terjatuh lantas mengalami kejang hingga tak sadarkan diri. Detik kala itu berlalu sangat cepat, bak sebuah adegan film dengan sekali aba-aba take action tanpa cut dari sang sutradara. Menutup lembaran tahun dalam nuansa yang jauh dari kata indah. Melewati puncak tantrum si kecil di sebuah rumah sakit. Bersamaan dengan pekik suara terompet membelah hening malam, pertanda tahun 2021 telah berlalu dan berganti dengan ucapan selamat datang tahun 2022. Serupa antitesis dalam sebuah fragmen kejadian yang harus dilewati secara bersamaan sekaligus. Satu hal yang membekas dari peristiwa di penghujung tahun lalu, ketika tak satupun jalan keluar kutemui, ternyata hanya di pintuNya-lah tak pernah kutemui jalan buntu. Aku merajuk mengulang pinta dan doa. Sembari menegakkan ikhtiar secara maksimal, kunikmati waktu melambungkan bait-bait doa dalam kepasrahan yang paripurna. Bahwa permata jiwaku