Langsung ke konten utama

KILOMETER PERTAMA


Perjalanan rasa hari ini tak hanya bertutur tentang seberapa jauh langkah kaki mengayun. Lebih dari itu, setiap jengkalnya juga bercerita tentang pelajaran menukil butiran hikmah. Bahwa setiap langkah yang terjejak tak hanya menyisakan tapak-tapak basah layaknya pijakan kaki di atas rumput pagi. Melainkan ada tanggung jawab sang pemilik kaki, kemana saja langkah kakinya diayunkan.

Ada tempat yang dituju, ada sepotong kenangan yang tertinggal. Sesekali terdengar bisingnya riuh berjelaga di sudut hati, pada tiap-tiap tempat yang membawa rindu pada seseorang yang kini berada dalam dimensi abadi.

Langkah terayun kembali. Melintasi barisan pepohonan, pada pucuk-pucuknya menjadi tempat bernaung kawanan burung. Mereka kepakkan sayapnya setinggi angkasa kala pagi buta, untuk kemudian berpulang kembali ke sarangnya kala senja bergegas memeluk bumi dalam nuansa gulita.

Sejenak kuhentikan langkah. Bukan untuk melepas penat yang menjalar di saraf-saraf kaki, melainkan untuk mengabadikan momen dari ragam fragmen kehidupan yang tersaji. Senyum haru nenek penjual pisang sebab sang pembeli mengikhlaskan uang kembalian yang tak seberapa itu. Denyut napas jalan raya membelah pagi, setali tiga uang dengan petugas navigasi dadakan yang hilir mudik mengatur irama lalu lintas. Dan hei, ternyata ada lagi. Riuh rendah tawa para bocah, sesekali bernyanyi kidung khas masa kini, seolah sejenak terlupa bahwa hari ini kita semua masih berada dalam situasi pandemi.

Tak mengapa, semua berhak merayakan bahagia dengan caranya. Kuamati satu per satu fragmen itu. Sampai akhirnya lobus frontalku mengirimkan sinyal pada satu titik kesimpulan, mengakhiri pijak langkah di kilometer pertama ini.

Terkadang kita merasa menjadi seorang paling malang di dunia. Tanpa sedikit pun rasa gegas ingin tahu tentang hakikat kehidupan yang sebenarnya tengah dipergilirkan. Bila kita tengah berada dalam situasi bahagia, jangan pernah alpa untuk selalu bersiap akan menangis dalam tawa. Pun sebaliknya. Sesederhana itu bila percikan hikmah melubangi hati.

Terima kasih untuk hari ini. Satu kilometer yang berharga. Selama hela napas masih dikandung badan, insya Allah masih menanti ribuan kilometer selanjutnya. Sebab hari ini masih menjadi milik kita, sedangkan esok hari adalah entah.

(Sumber foto : Dok. Pribadi)

EPILOG
اَحَسِبَ النَّاسُ اَنْ يُّتْرَكُوْٓا اَنْ يَّقُوْلُوْٓا اٰمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُوْنَ
“Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan, “Kami telah beriman", dan mereka tidak diuji?” (Al-Ankabut 29:2).

Satu ayat yang terbaca dan seketika itu menghantam relung jiwa. Butiran hikmah itu berkelindan di kepala, merenungi kilas perjalanan di kilometer pertama. Sudahkah layak diri disebut beriman, sementara tajamnya lisan dan keruhnya hati masih teramat jauh dari kata syukur 💔.

#muhasabahdiri
#selfreminder




















Komentar

  1. “Sudahkah layak diri disebut beriman?”

    Waah, keren ni kalimat, mbaa 🔥🔥🔥

    BalasHapus
    Balasan
    1. Self reminder teruntuk kita semua ya mba 😊

      Hapus
  2. Iya kadang-kadang tuh udah nerasa paling nelangsa gitu tapi pas udah dipikie lagi, istighfar banyak-banyak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah, ini poinnya. Sebab tanpa kita sadari sebenarnya di luaran sana banyak yang lebih menderita dan nelangsa dibandingkan kita.

      Hapus
  3. Ujian tanda kalau Allah sayang, masih inget kita, masih mau kita mendekat. Semoga kita mampu melewati ujian dengan sebaiknya ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aaamiin, semoga Allah kuatkan kita semua dalam menempuh ujianNya ya mba ❤

      Hapus
  4. Kalimatnya menyentuh puitis sekali kak. Memang manusia itu tidak pernah terlepas dari ujian kak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yupp,, seperti perumpamaan siang dan malam yang selalu dipergilirkan oleh Allah setiap hari 😊

      Hapus
  5. Aku pikir tadi mau nulis cerita perjalanan, eh taunya bikin terharu dan intropeksi diri :")

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehe, termasuk ke dalam plot twist ga ini mba Listi? 😁

      Hapus
  6. Masya Allah, ini knp refleksi nya puitis kali mbak.

    Btw, aku juga suka jalan2 pagi. Selain bikin sehat, aku juga suka kepo sih liat aktivitas di pagi hari.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iyess, pagi selalu menawarkan aroma candu bagi para pecintanya ya mba. Udara segar, aktivitas pagi yang penuh semangat... Love it 😀

      Hapus
  7. Balasan
    1. Terima kasih apresiasinya mba Rita 😊🙏

      Hapus
  8. kadang diri butuh menepi untuk menangkap potongan fragmen itu ya mba.. agar selalu merasa tak malang sendiri

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yuppp, exactly right mba Yusriah. Terkadang hikmah itu bisa datang lewat cara sederhana jauh dari hingar bingar keramaian dunia 😊

      Hapus
  9. Al-Ankabut ayat 2 ini powerfull sekali mbaaa
    Betul2 patut kita renungkan, supaya kita bisa menjadi manusia yg lebih baik lagi.
    lebih banyak bersyukur juga ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iyaa benerrr, self reminder pula ini buat saya pribadi. Banyakin rasa syukur sama ikhlas. Kunci ketenangan dalam hidup 😀

      Hapus
  10. “Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan, “Kami telah beriman", dan mereka tidak diuji?”
    Masya Allah..terima kasih sudah diingat di hari Jumat penuh berkah ini

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama-sama mba Dian. Semoga kita semua termasuk ke dalam golongan hamba Allah yg pandai bersyukur 😊

      Hapus
  11. panjangnya perjalanan hidup menorehkan banyak pelajaran, semoga kita semua selalu sabar dan semangat

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aaamiin ❤. Yuk selalu semangattt mba Nisa 😀💪

      Hapus
  12. MasyaAllah keren banget Mbak. Judulnya Kilometer Pertama tak pikir horor. Ternyata lebih horor lagi, terkadang kita merasa paling tinggi ilmu, paling bener, paking nggak punya salah. Padahal belun tentu begitu penilaian Allah ya Mbak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehe, benar sekali mba Sukma 😊. Allah Maha Tahu tentang segala isi hati hambaNya, dan sebaik-baik Pemberi Balasan ❤

      Hapus
  13. Laily Fitriani11 Maret, 2022 13:53

    Duh, bener banget nih Mbak. Allah akan memberi kita ujian dalam hidup. Bismillah, menjalani hidup dengan ridho-Nya ya Mbak? Amiin.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aaamiin, yuk semangatt. Semoga Allah kuatkan 😊❤

      Hapus
  14. Terima kasih tulisan refleksinya mba, membuat kita banyak berpikir dan banyak-banyak bersyukur dalam hidup

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama-sama mba Zeneth, saling mengingatkan dalam kebaikan 😊. Terima kasih sudah singgah ke blog saya 🙏❤

      Hapus
  15. ya Allah ini bener banget, kadang pas merasa bahwa kita yang paling menderita satu hal yang menguatkan adalah dengan melihat kondisi orang lain yg jauuuuhhh lebih banyak yg menderita :(((

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yuppp, poinnya ada di perpanjang rasa syukur dan banyakin rasa ikhlas dalam hati. Sulit, tapi bismillah, semoga Allah senantiasa kuatkan 😊. Semangatt selalu mba Han 💪

      Hapus
  16. Ah aku suka diksinya puitis banget. Udah lama gak nulis begini. Dan pesannya mengena pula, kadang aku masih merasa paling tidak bahagia

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sementara di luar sana masih banyak yang tak seberuntung kita. Self reminder untuk kita semua nih mba Linda 😊❤

      Hapus
  17. Seperti teguran halus. Seseorang yang berhijab pun belum tentu beriman. Seseorang yang sholatnya rajinpun belum tentu beriman. Manusia tak ada yang sempurna.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yupp, karena kesempurnaan hanyalah milik Allah semata ❤

      Hapus
  18. Kata-kata indah pengingat diri

    BalasHapus
    Balasan
    1. Self reminder untuk saya pribadi khususnya 😊

      Hapus
  19. Wahh aku kira dari judulnya mau bahas cerita perjalanan, eh ternyata malah tulisan inspiratif yang bisa jadi instrospeksi diri

    BalasHapus
    Balasan
    1. Berawal dari kilometer pertama, ada banyak hikmah sederhana yang bisa dipetik tanpa disadari 😊

      Hapus
  20. Setiap perjalanan itu menyenangkan jika dinikmati dan tidak terburu buru...makanya islam sendiri sudah mengajarkan kalau kita tidak boleh terburu buru...salah satunya untuk menikmati indahnya perjalanan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yuppp, kuncinya ada di proses menikmati perjalanannya yang pada akhirnya akan bermuara pada rasa syukur. Insya Allah

      Hapus
  21. 1 kilometer yang penuh makna ya, Mbak. Dalam sebuah perjalanan singkat yang dilakukan dengan penuh kesadaran diri ternyata bisa menjadi sarana refleksi diri.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Benar sekali mba Alfa. Ada banyak hikmah sederhana yang bisa kita petik lewat perjalanan singkat di kilometer pertama.

      Hapus
  22. menyentuh, manusia tdk lepas dr ujian. sabar itu penting

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sepakat mba Nunu. Sabar, ikhlas dan syukur kuncinya 😊.

      Hapus
  23. Aku suka sekali mba dengan tulisannya.. refleksi untuk diri sendiri

    BalasHapus
    Balasan
    1. Self reminder juga teruntuk saya pribadi dan semua nggih mba Nanda ❤

      Hapus
  24. Begitulah perjalanan hidup. Ada banyak hal yang ditemui dan harus dihadapi. Semangat untuk kita semua. Selama di dunia, pastik akan selalu ada ujian.

    BalasHapus
  25. Kadang kita hanya lemah kita hanya lemah, ini yang sering banget bikin kita lama terpuruk, saya pun selalu berusaha meyakinkan diri bahwa ujian akan dilewati pasti kita lewati, aahh cintaku padaMU Rabb, indahnya ujian-ujianMU.

    BalasHapus

Posting Komentar

Terima kasih sudah membaca artikel ini. Silakan berkomentar dengan santun.

Postingan populer dari blog ini

SENANDIKA BLOG SEUMUR JAGUNG

  Seketika aku tampak seperti manusia gua. Aku baru saja tahu ada riuh di luaran sana kala netra memandang lekat pada almanak. Bulan Oktober hari ke 27, ternyata menjadi peringatan "Hari Blogger Nasional" . Berjuta pernyataan "baru tahu, oh ternyata, oh begini" memenuhi cerebrumku. Laun namun pasti, beragam pernyataan itu bersatu menembus lobus frontalku dan terkunci dalam satu pernyataan ringkas : "Masih ada kesempatan untuk  berbagi kesan dan memperingati. Lepaskan saja euforianya dan menarilah dalam aksara bersama para punggawa literasi lainnya" . And voila .. Hari ini di penghujung bulan Oktober tahun 2021, sebuah tulisan sederhana nan receh tersaji di sela waktu membersamai dua balita mungil tercinta. Tentu saja dalam keterbatasan yang asyik. Mengapa begitu?. Mengenang perjalanan blogging dan menuliskannya kembali di sini membuat satu per satu memori terbuka dan merangkak keluar dari dalam kotak pandora. Aku mulai memberanikan diri menginterpretasik

METAMORFOSA MIMPI

(Sumber foto : pixabay) 🍁 DESEMBER 2003 Tetiba rasa ini ada. Mulanya sebiji saja. Sejuta sayang, terlambat kusadari hingga tunasnya berkecambah penuh di dasar hati. Geletarnya terasa bahkan hingga hampir seribu malam sejak detik ini. Aku terjatuh lantas menaruh rasa. Tak ada lagi awan yang mengabu, sebab semua hariku seketika berwarna biru. Sesederhana itu geletar rasa, bisa merubah mimpi buruk menjadi sebuah asa. Bila kalian tanya apa dan bagaimana mimpiku, dengan lantang akan kujawab : DIA ❤. 🍁  FEBRUARI 2006 (Sumber foto : pixabay) Sayonara kuucapkan pada kisah lama. Bak plot twist roman picisan. Hari ini mimpiku sedikit bergeser ke dalam bentuk ekspektasi. Membahagiakan yang terkasih dengan penghidupan yang lebih baik. Iya, senyuman ibunda layak menjadi juara. Kukejar mimpi seperti mengejar bayanganku sendiri. Tak mengapa. Selagi aku terus berusaha menghunjamkan 'akar'nya hingga menembus jauh ke dalam tanah, bukankah sah saja bila aku memiliki mimpi yang menjulang tinggi