Langsung ke konten utama

AKU, KITA dan LANGKAH NYATA HAPUSKAN POTRET BURAM PETANI NUSANTARA

 

(Sumber foto : hipwee.com)

Mau makan buah jeruk Bali 

Bukan berarti harus ke Bali

Cukup ada di sini 

Dekat kita sendiri

Kita tinggal menikmati


Hei Indonesiaku

Tanah subur rakyat makmur

Hei Indonesiaku

Aku sayang kepadamu

Tanam salak tumbuh salak

Tanam duren tumbuh duren

Tanam padi tumbuh padi


Adakah sahabat SOBITS yang masih ingat penggalan lirik lagu di atas? Sejujurnya lagu berjudul "Semua Ada Disini" yang dipopulerkan oleh Enno Lerian pada pertengahan tahun '90an itu masih sangat familiar di telinga saya. Betapa tidak, bagi generasi yang bertumbuh dan menghabiskan masa kecilnya di era tersebut, lagu anak-anak selalu menjadi lagu favorit karena selalu wara wiri tampil di layar kaca televisi. Tak terkecuali dengan lagu "Semua Ada Disini". Namun siapa sangka, bila ditelisik lebih jauh, lagu tersebut memiliki makna yang mendalam lho. Salah satunya sebagai self reminder bagi kita untuk selalu bangga dengan produk Indonesia. Tak terkecuali dengan produk pangan lokal, termasuk sayur dan buah-buahan. Kabar baiknya lagi, sebagaimana tertuang dalam lirik lagu "Semua Ada Disini", kita tidak perlu jauh-jauh hunting ke luar kota apalagi menunggu kedatangan buah impor dalam rangka mengejar manfaat buah bagi tubuh. Karena di sini, di negara kita sendiri, komoditas buah lokal bertebaran dimana-mana. Di pasar tradisional, supermarket, bahkan di tukang buah yang tak jauh dari rumah, kita bisa mendapatkan buah segar dengan harga yang lebih terjangkau dan kualitas rasa yang lebih terjamin dibandingkan buah impor.


Berbicara tentang hal itu, tentunya tak bisa dilepaskan dari kiprah para petani lokal di tanah air. Pahlawan kehidupan bagi banyak orang ini jasanya teramat banyak dan kehidupannya selalu identik dengan kesederhanaan. Sayangnya, parameter kesederhanaan yang dimaksud tersebut lebih dekat pada konteks belum sepenuhnya layak untuk disebut 'sejahtera'. Mengapa begitu?


PETANIKU SAYANG, PETANIKU MALANG

(Sumber foto : Radar Bromo)

Predikat Indonesia sebagai negara agraris tentunya menjadikan sektor pertanian sebagai salah satu tumpuan terbesar dalam menunjang perekonomian bangsa. Apalagi di era pandemi saat ini, sektor pertanian menjadi salah satu alternatif "tempat pulang" bagi sebagian orang. Sektor yang menampung para pekerja yang terlempar dari sektor lain. Namun sebagai tempat kembali sekaligus penopang pertumbuhan di tengah resesi, sejatinya sektor pertanian Indonesia terbilang masih sangat rapuh. Salah satu indikatornya adalah kehidupan para petani yang sebagian besar masih berada di bawah garis kemiskinan. 


Selama ini kita tahu bahwa petani lokal masih belum memiliki posisi tawar yang kuat dan acap kali dirugikan dalam pembagian margin laba dalam perdagangan komoditas pertanian, baik itu sayur maupun buah. Perlu perhatian khusus dari pemerintah pusat dan daerah dalam hal ini, utamanya dalam hal pembinaan dan pemberian edukasi yang dilakukan oleh lembaga yang pro kepentingan petani sekaligus sebagai bagian dari mekanisme perlindungan pemerintah agar para petani lokal tidak menjadi korban sub ordinasi tengkulak dan pengijon. Mengingat hal yang menjadi kebiasaan di kalangan petani lokal selama ini adalah meminjam modal dan menjual hasil panen kepada para tengkulak sehingga acap kali menimbulkan efek ketergantungan bagi mereka. Adanya keterbatasan modal juga menjadi salah satu faktor riskan yang bermain di sini. 


Kedua, kurangnya akses para petani lokal dalam menguasai pasar. Sebagai contoh derasnya gempuran arus buah-buahan impor yang masuk ke tanah air, tak pelak membuat para petani lokal jauh-jauh hari harus menimbang rasa untuk melempar produk hasil panennya ke pasar. Tampilan buah impor yang terlihat lebih segar dan sedap dipandang mata menjadi alasan para petani merasa 'kalah sebelum berperang'. Di sisi lain, kebiasaan masyarakat kita yang cenderung lebih mudah tergiur dengan sesuatu berlabel impor seolah mengamini keterpurukan masa depan para petani lokal tersebut. Padahal andai kita tahu, kualitas buah lokal kita tidak kalah lho dengan produk buah impor. Kesegaran buah-buahan lokal nyatanya lebih terjaga sehingga terjamin juga kualitas rasanya, berbanding terbalik dengan buah impor yang harus melewati proses pendinginan dan pendistribusian selama berbulan-bulan. Sayangnya, ada yang terabaikan di sini. Kampanye edukasi untuk menggaungkan gerakan cinta produk pangan lokal, baik itu buah atau sayuran lokal belum berjalan masif sepenuhnya ke seluruh lapisan masyarakat. Sementara di sisi lain, kita hidup di era serba digital, keragaman media bak etalase informasi di masa kini. Kita hanya perlu memaksimalkan potensi untuk menggali sejauh mana rasa cinta kita terhadap produk pangan lokal yang ada di tanah air. Caranya dengan memulai kebiasaan baik gemar mengonsumsi buah dan sayuran lokal hasil panen petani nusantara. Hal ini sekaligus menjadi implementasi upaya kita mematahkan sebaran data statistik yang menyebutkan bahwa angka konsumsi masyarakat Indonesia terhadap sayur dan buah yang masih tergolong sangat rendah. Ya, fakta yang sejatinya menjadi sebuah ironi di tengah image Indonesia sebagai negara agraris dan lumbung buah internasional. 

 

SEBERAPA BESAR KEPEDULIAN KITA?

(Sumber foto : istockphoto.com)

Pernahkah kita sadari bahwa ada banyak petani kita yang harus membuang hasil panen sayur dan buah yang sangat melimpah jumlahnya hanya karena tidak sesuai dengan permintaan pasar, sementara produknya tersebut masih layak untuk dikonsumsi? Lantas apa solusinya? Sederhana saja. Selain membeli buah dan sayuran berkualitas bagus, kita bisa memulai membangun kebiasaan membeli buah dan sayuran yang memiliki kualitas grade b atau c dan buah/sayuran imperfect. Eits jangan underestimate dulu dengan label buah/sayuran imperfect. Sesuai namanya, buah/sayuran imperfect adalah hasil panen yang tidak sempurna, baik dari segi ukuran maupun bentuknya yang tidak seperti buah dan sayuran pada umumnya. Biasanya cenderung lebih kecil dari buah-buahan dan sayuran berukuran normal. Hal ini terjadi disebabkan kondisi alamiah pada saat proses menanamnya. Hanya saja karena sistem kontrol yang susah justru mengakibatkan imperfect produce jarang disukai. Hal itu tak pelak membawa kesedihan bagi para petani imperfect produce. Padahal andai kita tahu, soal bagian dalam sayuran,  daging buah-buahan, kualitas rasa dan kandungan nutrisinya tetap sama dan tidak berbeda dengan buah dan sayur yang berukuran normal lho. Selain itu, imperfect produce cenderung lebih murah harganya. Nah kalau sudah tahu faktanya begitu, tidakkah tergerak hati kita untuk membeli imperfect produce guna membantu para petani lokal mengurangi kerugian pasca panen sehingga hal tersebut juga secara tidak langsung  membawa dampak pada peningkatan kesejahteraan dan taraf hidup mereka?


PROSPEK INDUSTRI MINUMAN SARI BUAH di TANAH AIR

(Sumber foto : halodoc.com)
Selanjutnya mengutip penjelasan dari Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin, Putu Juli Ardika pada 26 Desember 2021 lalu, Indonesia merupakan salah satu negara produsen buah segar terbesar di dunia dengan produksi mencapai 24,9 juta ton per tahun. Berdasarkan data World Fruit Map, Indonesia menempati urutan ke-8 di dunia. Dengan potensi tersebut, pengembangan usaha industri pengolahan buah di tanah air terbilang prospektif ke depannya. Bahkan kabar baiknya, seiring meningkatnya penghasilan dan kesadaran masyarakat terhadap gaya hidup sehat, konsumsi produk olahan buah lokal tersebut ikut melonjak, khususnya di masa pandemi saat ini yang juga menjadikan berkah bagi industri minuman sari buah. Hal ini seketika mengingatkan saya pada IT's Buah, salah satu UMKM yang concern di bidang olahan pangan sehat dari buah dan sayuran yang berkomitmen untuk melayani dan mengakomodir kebutuhan masyarakat dalam menjalani pola dan gaya hidup sehat, serta mendukung terwujudnya derajat kesehatan masyarakat yang tinggi. 

SATU DEKADE PERJALANAN IT'S BUAH SEBAGAI PELOPOR MITRA TERBAIK PETANI NUSANTARA

(Sumber foto : itsbuah.com)

Mengusung tiga misi terbaiknya, yakni sehatkan diri sehatkan sesama, sehatkan diri sejahterakan petani dan sehatkan diri sehatkan bumi, IT's Buah yang didirikan pada 9 Februari 2012 secara berkelanjutan telah bekerja sama dengan beberapa yayasan untuk menyalurkan bantuan kepada mereka yang membutuhkan, salah satunya adalah RHI (Rumah Harapan Indonesia). Terhitung sejumlah 11.569 botol produk Cold Pressed Juice telah disumbangkan dalam gerakan #BerbagiSehat ke seluruh pihak yang membutuhkan. 


Memasuki satu dekade perjalanan usianya, IT's Buah juga terus secara kontinyu menggalang donasi langsung untuk membantu gerakan #BerbagiSehat dalam rangka mewujudkan visi Sehat Berdampak juga sebagai bentuk dukungan terhadap para petani lokal. Produk Cold Pressed Juice IT's Buah sejak pertama kali diluncurkan sepuluh tahun lalu, telah menggunakan hasil pertanian lokal. Itu artinya secara tidak langsung telah turut serta dalam membantu memberdayakan petani kita. Tak hanya mengejar keuntungan semata, melainkan juga ikut andil meningkatkan kesejahteraan para petani nusantara. 


Well, ada banyak cara sederhana yang bisa kita tempuh dalam rangka berkontribusi mencegah punahnya petani nusantara. Masih ada jejak asa yang terbentang selagi seluruh pihak mau berkontribusi. Gemar mengonsumsi sayur dan buah lokal, tidak ragu membeli imperfect produce, ikut aktif mengkampanyekan gerakan #DukungPetaniLokal dan turut serta menjadi bagian dari visi dan misi yang diusung oleh IT's Buah, dimana beberapa langkah tersebut juga menjadi representasi dari gerakan cinta buah dan sayuran lokal. Dua keuntungan telah didapat sekaligus. Indonesia sehat, petani sejahtera.


Sudah saatnya seluruh pihak saling bahu membahu dalam tiap langkah nyata mendukung petani nusantara agar tak tergerus oleh lajunya zaman. Pun belum terlambat bagi kita membangun rasa kecintaan akan produk pangan lokal, dimana itu semua bertujuan dalam rangka mendukung kiprah para petani lokal di tanah air. Sebagaimana merujuk pada esensi dari sebuah negara agraris yang tak hanya terletak pada profesi penduduknya saja yang menjadi petani, melainkan juga dari kemajuan dan kemakmuran pertanian yang ada di sana. Termasuk dengan kesejahteraan para petaninya. 


Terima kasih untuk para pahlawan pangan yang telah berjuang untuk ketahanan pangan bangsa Indonesia selama ini. Terima kasih telah merepresentasikan filosofi indah tentang tujuan akhir bertani bukanlah menumbuhkan tanaman, melainkan menjaga kehidupan. Sepakat mengamini  orasi yang disampaikan oleh Presiden Soekarno tentang swasembada pangan pada tahun 1952 yang menyebutkan bahwa petani merupakan akronim dari Penyangga Tatanan Negara Indonesia. Jayalah selalu petani nusantara. Salam baik.


Sumber referensi :

https://itsbuah.com/info/ http://blog.sayurbox.com/dibalik-panen-yang-tidak-sempurna/ https://kemenperin.go.id/artikel/23042/Prospek-Industri-Minuman-Sari-Buah-Masih-Terbuka-Luas


(Artikel ini diikutsertakan dalam event Lomba Blog "League 1 Dekade IT's Buah")



Komentar

  1. Bagus banget ini it's buah yang mendukung petani-petani lokal untuk lebih dinomorsatukan. Setuju banget kalo kadang suka miris deh sama nasib petani yang kerjanya keras banget loh tapi kurang diapresiasi. Hiks..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yup, bahkan sampai hari ini kesejahteraan hidup para petani lokal kita masih jauh dari kata sejahtera.

      Hapus
  2. Sepertinya kita memang harus mengedepankan hati nurani ketika berbelanja buah dan sayur, demi mengangkat harkat martabat petani lokal, yang diutamakan kesegaran, ya, kalo bentuk mah its ok ya kalo agak bengkok dikit, biasanya ibu2 kalo milih kudu yang bentuknya mulus dan perfect, hihi. Thank you sosialisasinya mbak, semoga menang ya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya padahal kandungan gizi pada buah dan sayur berlabel imperfect produce sama dengan buah dan sayuran normal. Hanya beda pada bentuknya saja.

      Hapus
  3. Kalau aku baca kemarin, penurut penelitian rata-rata usia petani 52 tahun. berarti sangat diperlukan regenari. Harapannya petani makin sejahtera, mudah mendapat bibit dan pupuk serta mudah memasarkan hasil pertanian.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah ini juga poinnya. Indonesia darurat petani milenial, lebih banyak anak muda yang condong bekerja di sektor non pertanian.

      Hapus
  4. tapi memang regenerasi petani ini memang sedikit susah ya mbak, karena banyak anak muda yang memilih kerja di bidang lain

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yup, dan menurut saya itu juga jadi salah satu PR besar pemerintah dalam mengedukasi kaum milenial untuk bisa concern 'melirik' prospek pekerjaan di dunia pertanian tanah air.

      Hapus
  5. Udahlah, sakit hati emang kalau bicara soal petani yang dieksploitasi sama tengkulak. Sekarang udah bersyukur banyak banyak pihak menjembatani supaya ga ketemu tengkulak kayak sayurbox ini

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iyaa, dari jaman baheula sampai hari ini tengkulak masih eksis jadi momok bagi para petani lokal. Balik lagi sih ya, keterbatasan modal juga jadi faktor riskan yang membuat para petani lokal tidak bisa lepas dari jeratan tengkulak.

      Hapus
  6. Mengonsumsi buah dan sayur yang kita beli di pasar tradisional lokal secara tidak langsung sudah ikut mendukung kelangsungan hidup para petani lokal juga ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Benar sekali mba Okti, langkah sederhana kita bisa jadi jalan kesejahteraan hidup para petani nusantara.

      Hapus
  7. Setuju banget mbak... Generasi muda nih memang sangat jarang yang mau jadi petani. Ada 10 : 2 saja di desaku mbak. Kalaupun ada yang mau suka Kaya diejek temannya seolah Menjadi petani tidak menghasilkan gitu, padahal ya nggak juga, gemes jadinya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yupp, karena sudah ter-mindset sedari awal di kalangan gen-Z khususnya ya kalau profesi petani itu bukan profesi keren dan selalu identik sama pekerjaan orang yang sudah tua. Jd PR besar juga ini buat kita semua untuk menumbuhkan kecintaan pada profesi yang berhubungan dengan dunia pertanian, termasuk concern dengan isu-isu pertanian di tanah air.

      Hapus
  8. Iya, anak skrg jarang ada yg mau bertani, bahkan kuliah jurusan pertanian pun malah kerja d bank

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yesss, sangat sepakat mba Nunu. Karena relate banget dengan realita yang terjadi di sekitar saya. Ada kawan yang secara akademis dia mempunyai kemampuan mumpuni dan capable, masuk di universitas bergengsi di kota saya, ambil jurusan pertanian, namun setelah lulus, dedikasinya dipersembahkan kepada dunia perbankan, alias berkarir sebagai pegawai bank. Sangat disayangkan sebenarnya. Padahal dunia pertanian butuh orang-orang berdedikasi seperti dia.

      Hapus
  9. Daya tawar petani yang lemah, membuat mereka selalu ada dalam posisi yang kalah. Salah satu penyebab pertanian jadi kurang menarik, dan lahan pertanian semakin habis karena lahan produktif dijual untuk mendapat uang cepat

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah ini juga jadi salah satu akar permasalahan yang ujung pangkalnya juga berkorelasi dekat dengan banyaknya lahan persawahan yang beralih fungsi menjadi perumahan-perumahan baru dikarenakan hal tersebut tadi.

      Hapus
  10. Semoga ke depannya makin banyaj perusahaan yang berkomitmen seperti It's Buah sehingga nilai ta2r dan kesejahteraan petni meningkat dejgan sendirinya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin. Yup, semoga semakin banyak bermunculan industri buah di tanah air seperti It's Buah yang concern pada kesejahteraan petani lokal, tak semata menjaring keuntungan semata.

      Hapus
  11. Memang butuh kerja sama banyak pihak agar tanaman buah lokal jadi punya penampilan setara buah impor. Tak harus gede sih, tapi packaging jualan juga mempengaruhi yaa.. terutama customer yang mengutamakan penampilan dibanding khasiat. Untuk membidik market yang satu itu, yang biasanya belanja buahnya bervolume tinggi, memang butuh trik.

    Keren nih It's Buah berkenan menggandeng para petani lokal untuk mengolah hasil taninya dan menjualnya dalam bentuk juice menyehatkan. Yuk kita semua dukung petani lokal agar petani Indonesia selalu berjaya di negeri sendiri.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Benar sekali mba Uniek. Salah satu kelemahan kita memang ada di bagian inovasi. Terobosan baru dalam rangka memblow-up eksistensi si buah lokal sehingga semakin dikenal masih sangat dibutuhkan, agar masyarakat tak lagi berpaling ke produk buah dan sayuran impor.

      Btw produk cold pressed juice olahan It's Buah memang sangat menyehatkan dan rasanya segar mba Uniek, karena berfungsi dalam proses detoksifikasi tubuh.

      Hapus
  12. Bener mbak sekarang ini anak muda sangat jarang yang mau menjadi petani padahal petani indonesia sangat membutuhkan regenerasi. Salah satu cara untuk mendukung dan membantu kelangsungan hidup para petani lokal yaitu dengan mengonsumsi buah dan sayur lokal yang kita beli di pasar tradisional atau toko buah disekitar kita.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yup, yuk selalu konsumsi sayur dan buah lokal agar kesejahteraan petani nusantara juga semakin meningkat.

      Hapus
  13. Saya pernah tinggal di negara tetangga dan merasakan sulitnya mencari sayur dan buah lokal. Bahkan beras aja import, Mbak. Tapi belakangan negara tersebut mulai membuka lahan-lahan pertanian dan tebak tenaga kerjanya dari mana? Yup, dari Indonesia. Baik itu petani maupun bukan. Mereka rela merantau menggarap ladang di negara orang karena dibayar dengan baik. Kalau industri pertanian di Indonesia nggak segera diperbaiki, bisa-bisa kita kehilangan petani dan harus import seperti negara tetangga itu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah, fakta lain yang baru saya tahu ini mba Alfa. Sampai tenaga kerja kita pun merantau ke luar negeri untuk bekerja di lahan pertanian di sana demi untuk mendapatkan apresiasi yang layak, sementara di negeri sendiri yang mahsyur akan sebutan negara agraris, yang terjadi malah sebaliknya. Hal ini semakin menunjukkan parameter kesejahteraan petani di negara kita masih berada di level yang memprihatinkan.

      Hapus
  14. Rasanya menyenangkan sekali menemukan sebuah insight kebijaksanaan dalam hidup bahwa bertani merupakan menjaga kehidupan. Pola hidup yang demikian yang harus kita tanamkan dalam memahami dan menikmati hasil panen petani yang segar dan baik meski gradenya bukan A.

    BalasHapus
  15. Para konsumem juga sekaramg makin pandai dalam bebrbelanja biah dan sayur. Mengingat sayur dan buah lokal juga tak kalah bagus dengan buah import pastinya memilih yang lokal lebih baik dari segi harga juga kualitas. Petani srkarang juga makin pandai.

    BalasHapus

Posting Komentar

Terima kasih sudah membaca artikel ini. Silakan berkomentar dengan santun.

Postingan populer dari blog ini

SENANDIKA BLOG SEUMUR JAGUNG

  Seketika aku tampak seperti manusia gua. Aku baru saja tahu ada riuh di luaran sana kala netra memandang lekat pada almanak. Bulan Oktober hari ke 27, ternyata menjadi peringatan "Hari Blogger Nasional" . Berjuta pernyataan "baru tahu, oh ternyata, oh begini" memenuhi cerebrumku. Laun namun pasti, beragam pernyataan itu bersatu menembus lobus frontalku dan terkunci dalam satu pernyataan ringkas : "Masih ada kesempatan untuk  berbagi kesan dan memperingati. Lepaskan saja euforianya dan menarilah dalam aksara bersama para punggawa literasi lainnya" . And voila .. Hari ini di penghujung bulan Oktober tahun 2021, sebuah tulisan sederhana nan receh tersaji di sela waktu membersamai dua balita mungil tercinta. Tentu saja dalam keterbatasan yang asyik. Mengapa begitu?. Mengenang perjalanan blogging dan menuliskannya kembali di sini membuat satu per satu memori terbuka dan merangkak keluar dari dalam kotak pandora. Aku mulai memberanikan diri menginterpretasik

METAMORFOSA MIMPI

(Sumber foto : pixabay) 🍁 DESEMBER 2003 Tetiba rasa ini ada. Mulanya sebiji saja. Sejuta sayang, terlambat kusadari hingga tunasnya berkecambah penuh di dasar hati. Geletarnya terasa bahkan hingga hampir seribu malam sejak detik ini. Aku terjatuh lantas menaruh rasa. Tak ada lagi awan yang mengabu, sebab semua hariku seketika berwarna biru. Sesederhana itu geletar rasa, bisa merubah mimpi buruk menjadi sebuah asa. Bila kalian tanya apa dan bagaimana mimpiku, dengan lantang akan kujawab : DIA ❤. 🍁  FEBRUARI 2006 (Sumber foto : pixabay) Sayonara kuucapkan pada kisah lama. Bak plot twist roman picisan. Hari ini mimpiku sedikit bergeser ke dalam bentuk ekspektasi. Membahagiakan yang terkasih dengan penghidupan yang lebih baik. Iya, senyuman ibunda layak menjadi juara. Kukejar mimpi seperti mengejar bayanganku sendiri. Tak mengapa. Selagi aku terus berusaha menghunjamkan 'akar'nya hingga menembus jauh ke dalam tanah, bukankah sah saja bila aku memiliki mimpi yang menjulang tinggi

KILOMETER PERTAMA

Perjalanan rasa hari ini tak hanya bertutur tentang seberapa jauh langkah kaki mengayun. Lebih dari itu, setiap jengkalnya juga bercerita tentang pelajaran menukil butiran hikmah. Bahwa setiap langkah yang terjejak tak hanya menyisakan tapak-tapak basah layaknya pijakan kaki di atas rumput pagi. Melainkan ada tanggung jawab sang pemilik kaki, kemana saja langkah kakinya diayunkan. Ada tempat yang dituju, ada sepotong kenangan yang tertinggal. Sesekali terdengar bisingnya riuh berjelaga di sudut hati, pada tiap-tiap tempat yang membawa rindu pada seseorang yang kini berada dalam dimensi abadi. Langkah terayun kembali. Melintasi barisan pepohonan, pada pucuk-pucuknya menjadi tempat bernaung kawanan burung. Mereka kepakkan sayapnya setinggi angkasa kala pagi buta, untuk kemudian berpulang kembali ke sarangnya kala senja bergegas memeluk bumi dalam nuansa gulita. Sejenak kuhentikan langkah. Bukan untuk melepas penat yang menjalar di saraf-saraf kaki, melainkan untuk mengabadikan momen dari