Langsung ke konten utama

TERLAMBAT

Sumber Foto : Canva

"Namaku Tera. Bukan Tere, apalagi Tere Liye." ucapmu ketus. Aku masih terdiam dan terus berjalan.  "Dulu aku pernah membenci namaku sendiri karena berbeda dengan lazimnya nama gadis sebayaku. Hanya saja sejak bertemu denganmu, aku merasa memiliki kawan senasib." Kali ini nada bicaramu melunak, lebih bersahabat. Aku masih tetap terdiam namun semakin mempercepat langkah.

"Hei, Aksara Biru. Bahkan sejak pertama mengenalmu, kali pertama pula dalam hidup, aku merasa seperti tenggelam namun ajaibnya tak ingin bergegas mengapung kembali ke permukaan." ucapmu lirih malu-malu. Sial. Kuembuskan napas kasar, berharap segera sampai di titik yang kutuju.

"Tahukah kau, bahwa aku menganalogikan kita berdua layaknya filosofi dalam secangkir kopi." Senyummu kembali menari di pelupuk netra. "Kau tak ingin tanya kenapa?" Lagi-lagi kalimatmu menggantung seperti gumpalan awan mendung yang siap menerjunkan air bahnya ke bumi. Dan sesalku hanya terdiam saja menikmati semuanya tanpa tahu harus berbuat apa.

"Karena jika kopi yg kuseduh terlalu pahit hari ini, aku hanya membutuhkan kau untuk berada di sampingku. Tak hanya sebagai pemanis, namun juga pelengkap. Dan bagaimana pula secangkir kopi tak membawa candu tersendiri, bila ia sama seperti orang-orang terdekat yg selalu menenangkan, sekaligus mendamaikan jiwa-jiwa yg lelah, letih lagi lunglai." Ceracaumu yang panjang kali lebar berdengung memenuhi otakku. Aku masih terus berjalan hingga tak berapa lama langkahku berhenti di satu tempat yang lengang. Seketika hampa udara menyergap sekujur badan. Pun tak kudengar lagi suaramu. Sunyi.

Aku semakin mendekat. Aroma tanah basah menguar bercampur wangi bunga yang masih segar. Kurasakan air bah berhamburan melesak dari dalam netraku. Puing-puing memori sejak tadi beterbangan dari kotak pandora yang terbuka, pertahananku goyah.

Kupastikan salah mengeja. Namun otakku menyanggah. Sebuah nama indah terukir di pusara itu. "Lentera Senja". Kau pergi terlalu cepat sebelum aku membalas perasaanmu.

#fiksimini


Sumber Foto : @uploadkompakan by yasmeensaeed73



Komentar

  1. Wow bait demi baik saya suka baca di tunggu fiksimini selanjutnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih apresiasinya mba πŸ˜€πŸ™

      Hapus
  2. kalimatnya puitis banget. "Hei Aksara Biru"

    BalasHapus
    Balasan
    1. "Hei juga πŸ˜€", Aksara Biru said 😁

      Hapus
  3. Huaaa... Sad ending. Turut berduka ya, mas Aksara Biru. Semoga kau mendapat tambatan hati yg lain.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Definisi cinta datan terlambat ini mba 😁

      Hapus
  4. Lha... Koksad ending mbak....
    Jadi ikut nelangsa dong

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehe, definisi cinta datang terlambat, nyesel jadinya 😁

      Hapus
  5. Puitis banget, pemilihan katanya benar-benar nyastra banget. Salut sama yang bisa menulis seperti ini. Lanjutkannn

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih banyak apresiasinya mba Listi πŸ™ Sukses selalu untuk mba πŸ˜€❤

      Hapus
  6. Wow..suka deh..walau sad ending..
    Ditunggu fiksimini selanjutnya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hihi, plot twistnya rada nampol ya mba πŸ˜€ btw terimakasih banyak apresiasinya πŸ˜ŠπŸ™

      Hapus
  7. Diksinya mantap mb. πŸ‘πŸ‘

    BalasHapus
  8. Balasan
    1. Terima kasih apresiasinya mba Nida πŸ˜€πŸ™

      Hapus
  9. Aku suka baca cerpen... bagus mbak tulisannya dan ending yg tak terduga...πŸ‘

    BalasHapus
    Balasan
    1. Plot twist ya mba πŸ˜€ btw, makasih apresiasinya mba Zulmi ❤

      Hapus
  10. Sepertinya saya harus terus mengulang membacanya untuk bisa memahami pesan apa yang tersemat dari fiksmin ini,..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bagaimana jadinya bila rasa terlambat diungkapkan? Sesakit itukah? Sebelum semuanya terlambat, maka katakanlah. Sesederhana itu ❤ Kurang lebih seperti itulah pesan yg tersemat dalam fiksi mini di atas 😊

      Hapus
  11. bahasanya puitis sekali mbak, saya jadi leibih fokus bacanya saking pengen ngerti maknanya hehe

    BalasHapus
  12. Aksara Biru ini lelaki atau perempuan?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Laki-laki Bu. Di bait pertama, dijelaskan bahwa Tera adalah 'seorang gadis'. Sementara sebagai epilog di bagian akhir tersirat penyesalan Aksara Biru sebab terlambat membalas perasaan Tera (Lentera Senja). Terima kasih sudah mampir di blog saya Bu πŸ˜ŠπŸ™

      Hapus
  13. Suka dengan tulisan dan pilihan diksinya. Apik mbak....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih banyak apresiasinya Bu Pratiwi πŸ™πŸ˜Š

      Hapus
  14. nelangsa bacanya pagi-pagi gini 😌

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wkwkwk, terima kasih apresiasinya mba Yusriah 😁

      Hapus
  15. Hiks. Endingnya sedih banget mbak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sedih tak berujung ya... Krn yg dicinta sudah berpulang di sisiNya πŸ’”

      Hapus
  16. Waduh,endingnya bikin sedih ternyata. Keren mbak tulisannya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iyaaa, endingnya jadi sedih, kehilangan soulmate ceritanyaπŸ™

      Hapus
  17. Keren tulisannya.... diksinya juga good. Lanjutkan berkarya...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih banyak mba Maftuha πŸ™❤. Masih belajar untuk membuat diksi yang lebih ciamik lagi 😊

      Hapus
  18. Mewek banget habis baca ini... Membuat saya masuk ke dalam ceritanya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Siapin tisu yuk 😁 Makasih sudah mampir di blog saya mba Juwita ❤πŸ™

      Hapus
  19. Aaaaah, aku syediiih. Definisi singkat jelas, tapi ngena di hati!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jlebb di hati 😁 terima kasih apresiasinya mba Nurul πŸ™❤

      Hapus
  20. Endingnya bikin sedih, huhu

    Kadang arti seseorang baru akan terasa setelah ia tiada.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yup, kayak lirik lagunya Bang Haji. "Kalau sudah tiada baru terasa, bahwa kehadirannya sungguh berharga" 😁. Auto nyanyi 😁

      Hapus
  21. Mbaaak tulisannya ihirable ♡♡♡

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wkwkwkwk, makasih banyak mba Sarah πŸ˜πŸ™❤

      Hapus

Posting Komentar

Terima kasih sudah membaca artikel ini. Silakan berkomentar dengan santun.

Postingan populer dari blog ini

SENANDIKA BLOG SEUMUR JAGUNG

  Seketika aku tampak seperti manusia gua. Aku baru saja tahu ada riuh di luaran sana kala netra memandang lekat pada almanak. Bulan Oktober hari ke 27, ternyata menjadi peringatan "Hari Blogger Nasional" . Berjuta pernyataan "baru tahu, oh ternyata, oh begini" memenuhi cerebrumku. Laun namun pasti, beragam pernyataan itu bersatu menembus lobus frontalku dan terkunci dalam satu pernyataan ringkas : "Masih ada kesempatan untuk  berbagi kesan dan memperingati. Lepaskan saja euforianya dan menarilah dalam aksara bersama para punggawa literasi lainnya" . And voila .. Hari ini di penghujung bulan Oktober tahun 2021, sebuah tulisan sederhana nan receh tersaji di sela waktu membersamai dua balita mungil tercinta. Tentu saja dalam keterbatasan yang asyik. Mengapa begitu?. Mengenang perjalanan blogging dan menuliskannya kembali di sini membuat satu per satu memori terbuka dan merangkak keluar dari dalam kotak pandora. Aku mulai memberanikan diri menginterpretasik

METAMORFOSA MIMPI

(Sumber foto : pixabay) 🍁 DESEMBER 2003 Tetiba rasa ini ada. Mulanya sebiji saja. Sejuta sayang, terlambat kusadari hingga tunasnya berkecambah penuh di dasar hati. Geletarnya terasa bahkan hingga hampir seribu malam sejak detik ini. Aku terjatuh lantas menaruh rasa. Tak ada lagi awan yang mengabu, sebab semua hariku seketika berwarna biru. Sesederhana itu geletar rasa, bisa merubah mimpi buruk menjadi sebuah asa. Bila kalian tanya apa dan bagaimana mimpiku, dengan lantang akan kujawab : DIA ❤. 🍁  FEBRUARI 2006 (Sumber foto : pixabay) Sayonara kuucapkan pada kisah lama. Bak plot twist roman picisan. Hari ini mimpiku sedikit bergeser ke dalam bentuk ekspektasi. Membahagiakan yang terkasih dengan penghidupan yang lebih baik. Iya, senyuman ibunda layak menjadi juara. Kukejar mimpi seperti mengejar bayanganku sendiri. Tak mengapa. Selagi aku terus berusaha menghunjamkan 'akar'nya hingga menembus jauh ke dalam tanah, bukankah sah saja bila aku memiliki mimpi yang menjulang tinggi

KILOMETER PERTAMA

Perjalanan rasa hari ini tak hanya bertutur tentang seberapa jauh langkah kaki mengayun. Lebih dari itu, setiap jengkalnya juga bercerita tentang pelajaran menukil butiran hikmah. Bahwa setiap langkah yang terjejak tak hanya menyisakan tapak-tapak basah layaknya pijakan kaki di atas rumput pagi. Melainkan ada tanggung jawab sang pemilik kaki, kemana saja langkah kakinya diayunkan. Ada tempat yang dituju, ada sepotong kenangan yang tertinggal. Sesekali terdengar bisingnya riuh berjelaga di sudut hati, pada tiap-tiap tempat yang membawa rindu pada seseorang yang kini berada dalam dimensi abadi. Langkah terayun kembali. Melintasi barisan pepohonan, pada pucuk-pucuknya menjadi tempat bernaung kawanan burung. Mereka kepakkan sayapnya setinggi angkasa kala pagi buta, untuk kemudian berpulang kembali ke sarangnya kala senja bergegas memeluk bumi dalam nuansa gulita. Sejenak kuhentikan langkah. Bukan untuk melepas penat yang menjalar di saraf-saraf kaki, melainkan untuk mengabadikan momen dari